Ketua DPP AKSI, Dr H Asep Tapip Yani, M.Pd

 

Asosiasi Kepala Sekolah Indonesia (AKSI) melalui pimpinan pusatnya, secara resmi telah mengajukan surat rekomendasi penghapusan UN kepada Presiden Republik Indonesia, Ir H. Joko Widodo. Dalam surat bernomor 31/DPP-AKSI/III/2020, yang ditanda tangani, Ketua DPP AKSI, Dr. H. Asep Tapip Yani, M.Pd. disebutkan, menyimak hasil rapat daring Mendikbud dengan Komisi X DPR RI, bahwa berangkat dari kekhawatiran penyeberan COVID-19 pelaksanaan UN tahun ini ditiadakan, kemudian pembahasan rapat mengarah kepada penghapusan UN dalam sistem pendidikan nasional di Indonesia.

Melalui surat tersebut, DPP Asosiasi Kepala Sekolah Indonesia (AKSI) memberikan rekomendasi sebagai berikut:
1. Penghapusan UN dalam sistem pendidikan nasional dinilai sebagai langkah tepat untuk
meningkatkan kualitas pendidikan dan meningkatkan daya guna lulusan pendidikan
kita di tingkat internasional.
2. David McClelland (dalam Stanley, 2015, hlm. 84-85) menjelaskan bahwa para peneliti
mengalami kesulitan menunjukkan bahwa nilai ujian di sekolah punya kaitan dengan
prilaku lain yang penting, selain uji kecakapan. Masyarakat umum dan banyak psikolog
serta pejabat kampus menerima fakta bahwa nilai ujian hanya dapat meramalkan
prestasi anak di sekolah, tetapi tidak meramalkan sukses dalam prilaku dan prestasi
lainnya. Murid dengan indek kumulatif prestasi yang lebih rendah, dari hasil penelitian
kehidupan ekonomi mereka sama baik dengan murid yang memiliki nilai prestasi
sangat baik. Kondisi ini menandakan bahwa UN yang diagendakan sebagai kegiatan
berbiaya besar tidak menghasilkan prestasi apa-apa kecuali prestasi anak di sekolah.
3. Era industri 4.0 ditandai dengan abad entrepreneur. Dari 733 entrepreneur (miliarder)
yang disurvey untuk merespon 30 faktor kesuksesan, respon dengan rengking tertinggi
mengarah kepada kepemilikan tentang kecerdasan sosial, kreativitas, kepemimpinan,
dan guru (mentor) yang baik, sementara kecerdasan intelektual berada pada urutan ke21. (Stanley, 2015, hlm. 48). Hasil penelitian ini memberikan pemahaman bahwa UN
yang menguji kecerdasan intelektual sudah ketinggalan zaman.
4. Masyarakat Jejaring. Menurut pnadangan folosofi strukturalisme sebuah unsur
(individu) hanya bisa dimengerti melalui keterkaitan (inter connectedness) antar unsur
(manusia) lain. (Kuntowijoyo, 2007, hlm. 32). Pengembangan kompetensi manusia
tidak lagi bersifat parsial terpusat, tetapi harus menyeluruh berdasarkan potensi
dominan dari sembilan kecerdasan yang dimiliki anak-anak. Untuk itu UN tidak lagi
mencerminkan pendidikan yang berpusat pada potensi anak, tapi bersifat
penyamarataan yang merugikan potensi-potensi perkembangan psikologi anak, yang
menurut Howard Gardner ada sembilan kecerdasan yaitu, logis, linguistik, spasial,
musikal, kinestetik, naturalis, intrapersonal, interpersonal, eksistensial atau spiritual.
(Baihaqi, 2014, hlm. 164).
5. Piramida kebutuhan terbalik. Manusia-manusia yang dibutuhkan abad industri 4.0
bukan mereka yang bisa menjawab ujian dengan baik, tapi mereka yang bisa
menyelesaikan masalah-masalah sosial dan lingkungan yang ada di masyarakat.
Kebutuhan dasar manusia bukan pada makan, minum, kemananan, dan kenyamanan,
melaikan pada sejauhmana dia bisa beraktualisasi, bermanfaat bagi lingkungan dan
kemudian dihargai. Manusia oleh Victor Frankl disebut sebagai Man’s Search for
Meaning. (Marshal & Johar, 2007, hlm. 47). Pelaksanaan UN tidak memberikan makna
(value added) apa-apa bagi anak-anak dan lingkungannnya.
6. Paradigma Sistem. Berdasar penemuan Fisika Kuantum, manusia (benda) bukan bagian
terpisah dari sistem alam. Keberadaan manusia bisa dipahami sebagai interkoneksi atau
saling keterhubungan antar aneka proses observasi atau pengukuran. (Capra, 2002, hlm
49). Pengukuran melalui UN yang parsial dapat mendominasi seluruh pengukuran
kecerdasan anak-anak sehingga dapat mengkerdilkan potensi anak-anak yang lainnya

Di akhir surat rekomendasi tersebut, DPP AKSI mengusulkan, untuk meningkatkan kualitas
pedidikan dengan memperkuat kelembagaan satuan pendidikan melalui kebijakan MBS,
meningkatkan kualitas proses layanan pendidikan dengan fokus pada peningkatan kualitas dan penataan distribusi guru, serta peningkatan kualitas rekruitmen kepala sekolah.

Ketua DPP AKSI, Dr H Asep Tapip Yani, M.Pd

DPP AKSI juga menegaskan, organisasi yang mewadahi para kepala sekolah seluruh Indonesia ini selalu berkomitmen untuk menjadi PENGGERAK menjaga dan mengawal kebijakan-kebijakan pemerintah pusat dan daerah dalam meningkatkan kualitas pendidikan guna menyambut Indonesia Emas tahun 2045 dan mewujudkan lulusan berdaya guna ditingkat global serta selalu menjaga keutuhan NKRI. ***Herdy M Pranadinata