Dr Ajang Rusmana, M.Pd

Oleh : Dr. Ajang Rusmana, M.Pd.

Dr Ajang Rusmana, M.Pd

Mendengar istilah Gerakan Embun Pagi bagi warga pendidikan di Kabupaten Garut, mungkin sudah tidak asing lagi. Gerakan Embun Pagi memiliki tujuan untuk mengantisipasi dan mencegah dekadensi moral di kalangan pelajar Kabupaten Garut. Melalui gerakan tersebut akan terbangun bangun harmonisasi, empati dan simpati, antara guru, siswa serta warga sekolah lainya.

Menurut pencetus gerakan ini, yaitu H. Totong, S.Pd., M.Si. pada berbagai kegiatan kedinasan menjelaskan bahwa Gerakan Embun Pagi diimplementasikan melalui salam, senyum, sapa, sopan dan santun. Secara spsifik aktualisasinya terdapat pada kegiatan: berdo’a bersama yang dipimpin siswa secara bergantian, menyanyikan lagu Indonesia Raya, one day ten Ayat Suci Al’Quran, pembiasaan membaca buku non pelajaran, dan juga menyanyikan lagu wajib Cinta Tanah air.

Mencermati lebih dalam terhadap Gerakan Embun Pagi, sesungguhnya adalah upaya warga sekolah dalam mengembangkan budaya sekolah (school culture) yang positif. Hal ini sejalan dengan pendapat Deal dan Peterson (1999) mendefinisikan budaya sekolah sebagai sekumpulan nilai yang melandasi perilaku, tradisi, kebiasaan keseharian, dan simbol-simbol yang dipraktikkan oleh kepala sekolah, guru, petugas administrasi, siswa, dan masyarakat sekitar sekolah. Budaya sekolah positif diharapkan akan mengembangkan suasana sekolah, suasana kelas, dan membangun hubungan yang harmonis seluruh warga sekolah. Melalui pengembangan itu tumbuh norma, keyakinan, sikap, karakter, dan motif berprestasi seluruh warga sekolah sehingga menunjang pengembangan sikap pikir dan tindak warga sekolah yang positif.

Gerakan Embun Pagi adalah upaya nyata semua warga sekolah dalam mewujudkan institusi sekolah sebagai pranata sosial yang di dalamnya berlangsung   interaksi antara pendidik dan peserta didik sehingga mewujudkan suatu sistem nilai atau keyakinan, dan juga  norma maupun kebiasaan yang dipegang bersama. Melalui gerakan ini pula pada akhirnya akan bermuara pada suatu realitas yang dinamakan dengan kegiatan pembudayaan (enkulturasi).

Enkulturasi adalah proses mempelajari nilai dan norma kebudayaan yang dialami individu dalam hidupnya. Enkulturasi merupakan kondisi individu untuk mempelajari dan menyesuaikan alam pikiran dan sikap individu dengan sistem norma, adat, dan peraturan-peraturan yang hidup dalam kebudayaannya. Menurut Adamson Hoebel (1968), enkulturasi adalah kondisi saat seseorang secara sadar atau pun tidak sadar mencapai kompetensi dalam budayanya dan menginternalisasi budaya tersebut.

Hasil dari proses enkulturasi adalah identitas, yaitu identitas pribadi dalam sebuah kelompok masyarakat. Proses enkulturasi memiliki dua aspek utama, yaitu pendidikan formal dan informal. Pendidikan formal dilakukan melalui sebuah lembaga pendidikan, sedangkan pendidikan informal yang disebut sebagai child training dilakukan oleh keluarga dan teman. Dengan demikian Gerakan Embun Pagi adalah wujud nyata membangun enkulturasi individu peserta didik dan warga sekolah melalui pendidikan formal untuk mengamalkan nilai-nilai agama, memupuk sikap patriotisme, dan memperkuat hubungan kekeluargaan di sekolah.

Secara ideal kondisi enkulturasi di sekolah melalui Gerakan Embun Pagi akan memiliki ciri sebagai berikut:

  1. Semua warga sekolah memiliki karakter (1) beriman dan bertaqwa, (2) cinta tanah air, (3) memiliki wawasan luas dan terampil, (4) hidup sehat, bersih, dan rapi, dan (5) tanggung jawab, tangguh, jujur, disiplin, dan peduli.
  2. Semua warga sekolah datang tepat waktu sesuai dengan jadwal yang dibuat bersama.
  3. Semua warga sekolah taat pada peraturan dan tata tertib sekolah.
  4. Guru senang mengajar, dan siswa senang belajar, sehingga melahirkan berbagai prestasi baik aprestasi akademik maupun non akademik.
  5. Setiap warga sekolah taat pada keyakinan agamanya.
  6. Selalu tertanam nilai-nilai saling menghargai dan menyayangi, yang muda menghormati yang tua, dan yang tua menyayangi yang muda.
  7. Selalu rajin belajar, dan senantiasa menghidar dari pergaulan-pergaulan yang kurang baik.
  8. Memiliki rasa tanggung jawab yang besar dalam menjaga nama baik sekolahnya.
  9. Semua warga sekolah akan senantiasa menghargai hak-hak anak dan terus berupaya mengoptimalkan kemampuannya.
  10. Terciptanya sekolah yang sehat, aman, ramah anak dan menyenangkan yang menjadi harapan semua warga sekolah.

Gerakan Embun Pagi dalam tataran implementasinya diharapkan tidak sebatas gerakan sesaat demi kepentingan pragmatis, tetapi harus tetap berkesinambungan terlepas dari apapun nama dan formulasi dari gerakan tersebut di masa yang akan datang. Untuk itu, perlu adanya komitmen yang kuat dari pemegang kebijakan, pihak sekolah, dan stakeholder lainnya untuk melakukan penguatan terhadap gerakan ini, sehingga tercipta kondisi enkulturasi positif untuk membangun peserta didik yang bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Penulis : Doktor Bidang Pendidikan Umum/Nilai lulusan UPI Bandung, Dosen Prodi PGSD STKIP Garut, Kepala SMP Persada Cisurupan, dan Ketua PGRI Cabang Cisurupan.