KANDAGA.ID – Salah seorang guru PNS terbaik, inspiratif, berdedikasi tinggi, yang banyak mencetak muridnya menjadi orang sukses. Dia adalah Nene, anak ke-4 dari 5 bersaudara, lahir sekitar tahun 1937 dari keluarga sederhana seorang tukang cukur dan Ibu rumah tangga, yang jauh dari keramaian kota di kampung Babakan Cimasuk Desa Suci dari pasangan Bahri dengan Emeh.

Demikian dikatakan Ketua Pelaksana, Rahmat, S.Pd., usai memberikan “Penghargaan Kumawula” kepada guru yang dengan tulus dan ikhlas dalam tugas pengabdiannya, pada acara memperingati HUT ke-73 PGRI dan Hari Guru Nasional (HGN) 2018, Cabang PGRI Kecamatan Garut Kota di Gedung PGRI, Jl. Sudirman, Kecamatan Garut Kota, Kabupaten Garut, Sabtu (17/11/2018).

Rahmat mengatakan, wajahnya Pak Nene putih bersih, terpancar cahaya penuh keikhlasan, betul-betul sederhana mencerminkan seorang guru yang bijaksana serta berwibawa. Namun tak disangka, beban yang dipikulnya tak sebanding dengan penghasilan pengabdiannya.

“Beliau harus berjuang mengurus kesepuluh anaknya supaya menjadi anak sukses, sehingga lupa akan kesenangan pribadi berkutat pada kewajiban. Beliau menempati rumah dinas di lingkungan sekolah bertahun-tahun hingga pensiun, dan baru memiliki rumah setelah pensiun itu pun dari uang Taspen,” ujar Rahmat penuh haru.

Sementara itu, penerima “Penghargaan Kumawula” Nene menceritakan, sekitar tahun 1942 turut mengungsi ke daerah Ciawi Tasikmalaya hingga kampung Nangka Pait Sukamandi Sukawening, hijrah kembali ke daerah Karacak hingga sekolah dengan usia dimudakan tepatnya jadi kelahiran tahun 1940.

“Pada tanggal 29 Mei 1940, masuk sebagai peserta di sekolah yang sekarang SDN 1-2 Regol lulus tahun 1955, melanjukan pendidikan SGB (SLP) lulus tahun 1958, kemudian SGA (SPG) lulus tahun 1966,” kenangnya.

Menurutnya, dirinya memilih menjadi guru, berbeda dengan keempat saudaranya yang menjadi buruh tani. Kini tinggal di di Jalan Gunung Satria RT 03 RW 12 Kota Kulon Garut Kota setelah ditinggalkan istri tercintanya Tutih Sukaryati (Alm) pada tanggal 15 Pebruari 2008. Dari hasil buahnya dikarunia 10 anak dan hanya satu anak yang ditakdirkan menjadi guru.

“Saya bercita-cita dan berharap kesepuluh anak meneruskan perjuangan untuk menjadi Guru PNS, namun hanya satu anak yang ditakdirkan,” ujarnya.

Nene menceritakan awal kariernya, dimulai semasa SGB mendapat ikatan dinas dan diangkat ditugaskan di SD Cilengkeng golongan CC 2/I Tahun 1959 gaji pokok Rp. 297, di SD Cikajang III golongan CC/III Tahun1964 gaji pokok Rp. 690, di SD Garut No 13 (SDN 3 Regol) tahun 1967 gaji pokok Rp. 750, di SD Garut No. 1 (SDN 1 Kota Kulon) gol II/a tahun 1968 gaji pokok Rp. 1.690, dan di SD Ciledug 1 (SDN 1 Kota Kulon) gol II/a TMT tahun 1970 dengan gaji pokok Rp. 2.030.

“Diangkat menjadi kepala SDN Lebakwangi II gol III/c tahun 1991 dengan gaji pokok 190.200, Kepala SDN Satria II gol III/c tahun 1993, dan Kepala SDN Ciledug V gol III/d tahun 1995 hingga pensiun dengan gol IV/a tahun 2000 dengan gaji pokok Rp. 617.600,” ujarnya.

Pada masa itu, gaji guru PNS sangat minim bahkan untuk menutupi kebutuhan keluarga pun sering tidak cukup. Namun, Nene bercita-cita agar kesepuluh anaknya minimal lulus tingkat SMA, sehingga harus berjuang, mengatur penghasilannya yang minim.

Untuk menambah penghasilan, dirinya mengandalkan dari jasa dari Tulisan- tulisan pada Pameran, Penulis Ijazah, NEM, Piagam, Piala, Vandel, Penulis Administrasi Guru, Pembuat Monografi menyebar Se-Kecamatan Garut Kota, Pembuat Kelengkapan KKG, dan Penulis di Prasasti dan Dinding.

Nene mengatakan, dengan penghasilan seorang Guru PNS jauh dari cukup, untuk memiliki rumah hanya sebatas angan-angan, sejak pindah tugas ke SD Garut No. 1 menempati rumah dinas secara terus-menerus.

“Alhamdulillah setelah pensiun, baru mampu memiliki rumah tinggal, itupun dari uang Taspen,” kenang Nene penuh haru. (Jajang Sukmana)***