Oleh : Drs. H. Nanang SH., M.Pd. (Dosen Institut Pendidikan Indonesia)

BAGAIKAN membangunkan macan tidur tatkala ada berita bahwa eskul wajib pramuka dihapus dari kurikulum yang berlaku di negeri ini. Beribu komentar dari para penggiat dan aktivis kepramukaan yang menyayangkan bahkan mengecam  mengapa eskul wajib pramuka dihapus. Komentar yang bermunculan dari berbagai media kebanyakan menyayangkan, bernada miring dan sumir terkait kebijakan pemerintah melalui Kementrian Pendidikan kebudayaan Riset dan teknologi dengan mengeluarkan Permendikbudristek nomor 12 tahun 2024 tentang Kurikulum pada Pendidikan Anak Usia Dini, Jenjang Pendidikan Dasar dan Jenjang Pendidikan Menengah.

Ketika muncul berita terkait penghapusan eskul wajib pramuka  bahkan disandingkan karena  hadirnya Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila atau P5 maka seketika penulis membuat survey  dari berbagai kalangan dan ingin tahu sejauhmana  respon publik terhadap kebijakan tersebut, ternyata hampir semua responden menyayangkan dan mereka lebih memilih kegiatan Kepramukaan. Tentunya respon Masyarakat tersebut bukan tanpa alasan karena mereka sudah mengakui bahwa Pendidikan Kepramukaan yang selama ini menjadi eskul wajib di sekolah telah dirasakan kemanfaatannya dan menjadi bagaian dari proses Pendidikan yang lebih mengutamakan aspek karakter baik sikap maupun keterampilan.

Kita mesti jujur bahwa Pendidikan yang selama ini ada di sekolah dan dirasakan serta materi dan bahan saji serta kurikulumnya sudah relative tertata rapih ya kegiatan kepramukaan.Kegiatan kepramukaan telah menjadi  paket lengkap karena disamping siswa disuguhi pengetahuan, juga sikap serta keterampilannyapun mereka dapatkan melalui pencapaian Syarat Kecakapan Umum (SKU) dan Syarat kecakapan Khusus (SKK) melalui metoda dan permainan gaya pramuka.

Hadirnya permendikbud nomor 63 tahun 2014  tentang eskul wajib Pendidikan kepramukaan telah memberikan dampak positif bagi perkembangan kepramukaan di Indonsia, diantara banyak kampus-kampus perguruan tinggi yang menyelenggarakan mata kuliah kepramukaan , pelatihan-pelatihan para Pembina pramuka dari mulai Kursus Mahir Dasar (KMD), Kursus Mahir Lanjutan (KML), Kursus Pelatih Dasar (KPD), dan Kursus Pelatih Lanjutan (KPD) banyak diselenggarakan oleh Pusat Pendidikan dan Latihan di masing-masing kwartir. Jadi secara Kuantitatif jumlah Pembina kian bertambah, bahkan mereka dengan suka dan rela membiayai dirinya secara mandiri guna meningkatkan kompetensinya  agar mampu memberikan pelayanan yang maksimal kepada peserta didiknya disamping tuntutan regulasi bahwa syarat membina mesti memiliki kualifikasi minimal KMD.

Contoh kongkrit bagaimana antusiasnya para Pembina untuk mengikuti kursus Pembina contohnya di Kwartir Cabang Kabupaten Garut hampir 3000 pembina dalam satu tahun mampu diwujudkan ini adalah efek dari hadirnya eskul wajib Kepramukaan di sekolah. Mereka dengan suka dan rela mengikuti kursus yang waktunya hampir 7 hari dengan sebahagian biaya mandiri.

Kekhawatiran yang muncul dari para Pembina serta para pendidik di lapangan dengan hadirnya permendikbud ristek nomor 12 tahun 2024 yang mengubah eskul wajib pramuka menjadi eskul yang sukarela antara lain : Pertama, belum terujinya kegiatan lain di sekolah yang mampu menjadi Solusi untuk penanaman nilai-nilai karakter seperti kegiatan kepramukaan., Kedua, Kegiatan Kepramukaan secara sistematis baik kurikulum maupun sumber daya serta metodanya sudah relative teruji dan terbukti keberhasilannya.,Ketiga., Pola Pendidikan karakter melalui Projek Penguatan Pendidikan Karakter (P5) belum tertata dengan sempurna dan belum teruji keberhasilannya. Keempat., munculnya kekhawatiran dalam perencanaan sekolah anggaran sekolah yang tidak keberpihakan pada eskul kepramukaan di sekolah.

Sejalan dengan lahirnya permendikbud 12 tahun 2024 hendaknya Kementrian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi mengkaji ulang terkait perubahan eskul wajib Kepramukaan di sekolah menjadi eskul yang sukarela karena dampaknya akan sangat besar terhadap kegiatan kepramukaan di Indonesia yang sudah teruji dan diakui sebagai organisasi yang konsen pada penanaman nilai-nilai kebangsaan dan karakter. (*)