Oleh : Nova Yulianasari1, Rosmidar Yati2,  Umi Isnawati3, Cep Unang Wardaya4

Email : 1nova05alepnien@gmail.com, 2rosmidaryati@gmail.com, 3umiisnawati42@gmail.com, 4cepwardaya@gmail.com  

PROGRAM PASCASARJANA PENDIDIKAN ANAK USIA DINI UNIVERSITAS PANCA SAKTI BEKASI 2023

 

PENDAHULUAN

Teladan agung Nabi Muhammad SAW telah dijelaskan dalam firman Allah SWT pada surat Al-Ahzab ayat 21 berikut ini:

كَانَ لَكُمْ فِيْ رَسُوْلِ اللّٰهِ اُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَنْ كَانَ يَرْجُوا اللّٰهَ وَالْيَوْمَ الْاٰخِرَ وَذَكَرَ اللّٰهَ كَثِيْرًاۗ

“Sungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari Kiamat dan yang banyak mengingat Allah.” (QS Al Ahzab ayat 21). Tabiin atau Tabi’in (bahasa Arab: التابعون, har. ‘pengikut’), adalah orang Islam awal yang masa hidupnya ketika atau setelah masa hidup Nabi Muhammad namun tidak mengalami bertemu dengan Nabi Muhammad. Usia mereka rata-rata lebih muda dari sahabat nabi, bahkan ada yang masih anak-anak atau remaja pada masa sahabat masih hidup. Tabiin merupakan murid sahabat nabi.

Rentang masa, Masa tabiin dimulai sejak wafatnya sahabat nabi terakhir, Abu Thufail al-Laitsi, pada tahun 100 H (735 M) di kota Makkah; dan berakhir dengan wafatnya Tabiin terakhir, Khalaf bin Khulaifat, pada tahun 181 H (812 M). Setelah masa tabiin berakhir, maka diteruskan dengan masa tabiut tabiin atau generasi ketiga umat Islam setelah Nabi Muhammad wafat. Tingkatan Imam Ibnu Hajar al-Asqalani dalam karyanya Taqrib at-Tahdzib membagi para tabiin menjadi empat tingkatan berdasarkan usia dan sumber periwayatannya, yaitu: Para tabiin kelompok utama/senior (kibar at-tabi’in), yang telah wafat sekitar tahun 95 H/713 M. Mereka seangkatan dengan Said bin al-Musayyab (lahir 13 H – wafat 94 H), Para tabiin kelompok pertengahan (al-wustha min at-tabi’in), yang telah wafat sekitar tahun 110 H/728 M. Mereka seangkatan dengan Al-Hasan al-Bashri (lahir 21 H – wafat 110 H) dan Muhammad bin Sirin (lahir 33 H – wafat 110 H), 

Para tabiin kelompok muda (shighar at-tabi’in) yang kebanyakan meriwayatkan hadis dari para tabiin tertua, yang telah wafat sekitar tahun 125 H/742 M. Mereka seangkatan dengan Qatadah bin Da’amah (lahir 61 H – wafat 118 H) dan Ibnu Syihab az-Zuhri (lahir 58 H – wafat 124 H). Para tabiin kelompok termuda yang kemungkinan masih berjumpa dengan para sahabat nabi dan para tabiin tertua walau tidak meriwayatkan hadis dari sahabat nabi, yang telah wafat sekitar tahun 150 H/767 M. Mereka seangkatan dengan Sulaiman bin Mihran al-A’masy (lahir 61 H – wafat 148 H). Mayoritas ulama penulis biografi para periwayat hadis (asma ar-rijal) juga membagi para tabiin menjadi tiga tingkatan berdasarkan Sahabat Nabi yang menjadi guru mereka, yaitu: Para tabiin yang menjadi murid para sahabat yang masuk Islam sebelum peristiwa Fathu Makkah, Para tabiin yang menjadi murid para Sahabat yang masuk Islam setelah peristiwa Fathu Makkah,

Para tabiin yang menjadi murid para Sahabat yang belum berusia dewasa ketika Nabi Muhammad saw. wafat. Tokoh Tabiin Di bawah ini adalah daftar beberapa tokoh tabiin yang ternama: Abdullah bin Muhammad bin al-Hanafiyah, Abubakar bin Abdurrahman, Abu Muslim al-Khaulani, Abu Hanifah, Abu Ja’far al-Madani, Ahnaf bin Qais, Ali bin Abdullah, Ali bin Husain, ‘Alqamah bin Qais, Al-Qasim bin Muhammad, Atha bin Abi Rabah, Hammam bin Munabbih, Hasan bin Muhammad bin al-Hanafiyah, Hasan al-Bashri, Ibnu Abi Mulaikah, Ibnu Juraij, Ibnu Katsir al-Makki, Ibnu Syihab az-Zuhri, Ibnu Sirin, Ja’far ash-Shadiq, Ka’ab al-Ahbar, Kharijah bin Zaid, Malik bin Dinar, Masruq bin al-Ajda’, Muhammad al-Baqir, Muhammad bin Abu Bakar, Muhammad bin al-Hanafiyah, Muhammad bin Sa’ad, Mujahid bin Jabir, Munzir bin Sawa at-Tamimi, Nafi Maula Ibnu Umar, Salim bin Abdullah, Said bin al-Musayyib, Sa’id bin Jubair, Sulaiman bin Yasar, Syuraih al-Qadhi, Rabi’ah bin Farrukh, Thawus bin Kaisan, Ubaidillah bin Abdullah, Umar bin Abdul Aziz, Urwah bin az-Zubair, Uwais al-Qarny, Wahb bin Munabbih.

Sedangkan sahabat adalah orang yang berkumpul dengan Rasulullah serta percaya kepada beliau setelah beliau diutus sebagai seorang rasul meskipun belum diperintahkan untuk berdakwah pada masa hidupnya dengan bentuk perkumpulan yang saling mengenal, sekiranya perkumpulan tersebut berada di bumi, meskipun gelap, atau meskipun orang itu adalah buta dan meskipun orang itu tidak menyadari keberadaan Rasulullah, atau orang itu belum tamyiz, atau salah satu dari orang itu dan Rasulullah adalah yang melewati salah satu dari keduanya, meskipun dalam keadaan tidur, atau tidak berkumpul dengan Rasulullah tetapi Rasulullah melihat orang itu, atau orang itu melihat Rasulullah meskipun dari jarak yang jauh, meskipun hanya sebentar.

Berbeda dengan Tabiin atau pengikut sahabat, maka status tab’iyah tidak akan disandang kecuali disertai dengan lamanya berkumpul bersama sahabat pada umumnya, sebagaimana menurut pendapat ashoh dari ulama ahli Ushul dan juga para Fuqoha. Status tab’iyah bagi tabiin tidaklah cukup hanya dengan pernah bertemu sahabat saja. Berbeda dengan orang yang berstatus sahabat, maka status sahabat dapat disandangnya meskipun hanya sekedar pernah bertemu dengan Rasulullah karena berkumpul dengan Rasulullah memberikan pengaruh cahaya hati yang lebih berlipat ganda daripada pengaruh cahaya hati yang dihasilkan dengan berkumpul lama dengan sahabat atau yang lainnya. Akan tetapi, Ahmad Suhaimi mengatakan, “Orang yang berstatus tabiin adalah orang yang pernah bertemu dengan sahabat meskipun dalam waktu yang sebentar dan meskipun tidak mendengar riwayat darinya.”

TUJUAN PENULISAN

  1. Untuk memaparkan tentang definisi sahabat rasulullah dan tabiin
  2. Memaparkan akhlak telada para sahabat dan para tabiin

 

PEMBAHASAN

  • PENGERTIAN SAHABAT NABI

Secara etimologis, kata sahabat adalah bentuk plural dari kata shahib yang berarti teman atau kawan. Ia berasal dari kata kerja shahiba. Dalam al-Mu’jam al-Wasîth disebutkan, “Shâhibahu bermakna râfaqahu (menemaninya/mendampinginya). Istashhaba syai’an artinya lâzamahu (senantiasa menyertainya atau memintanya agar berkenan menjadi sahabatnya). AshShâhib bermakna almurâfiq (teman/pendamping), pemilik, atau yang bertugas mengawasi sesuatu. Dipakai juga untuk orang yang menganut sebuah madzhab atau pendapat tertentu. Sedangkan انصَّحَبثِ (ashShahâbi) ialah siapa yang pernah bertemu Rasulullah Shollallahu ‘alaihi wa sallam , beriman kepadanya dan meninggal dalam keadaan muslim. Bentuk pluralnya adalah shahabah.

Ditandaskan oleh al-Hafidl, bahwa pendapat yang paling shahih yang telah diketemukannya bahwa arti sahabat adalah orang yang berjumpa dengan Nabi dalam keadaan dia beriman dan meninggal dalam islam, baik lama ia bergaul dengan Nabi atau tidak, baik dia turut berperang bersama Nabi atau tidak, baik dia dapat melihat Nabi meskipun tidak dalam satu majelis dengan Nabi, atau dia tidak dapat melihat Nabi karena buta. Menurut Usman ibnu Shalih, yang dikatakan sahabat adalah orang yang menemui masa Nabi, walaupun dia tidak dapat melihat Nabi dan ia memeluk Islam semasa Nabi masih hidup. Menurut al-Khudlari menerangkan dalam Ushul Fiqhnya: “tidak dipandang seseorang, menjadi sahabat, melainkan orang yang berkediaman bersama Nabi satu tahun atau dua tahun”. Tetapi an-Nawawi membantah faham ini dengan alasan kalau yang dmaksud sahabi yaitu orang yang menyertai Nabi satu atau dua tahun, tentulah tidak boleh kita katakan Jarir al-Bajali seorang sahabat.

Menurut bahasa, sahabat (jama’ dari shahib) berarti yang menyertai atau yang menemani Sedangkan menurut istilah, ulama’ berbeda pendapat.

  1. Jumhur ulama’ berpendapat bahwa sahabat ialah :

من لقي رسول الله ص م ملا قة عرفية في حل الحياة حل كونه مسلما ومؤمنا به

“Orang yang bertemu Rasulullah saw dengan pertemuan yang wajar sewaktu Rasulullah saw masih hidup, dalam keadaan Islam dan beriman.”

  1.  Ibnu Hajar dalam kitab Al Ishabah jilid 1 : 4-5 menerangkan bahwa sahabat ialah orang Islam yang bertemu dengan Nabi saw dan mati dalam memeluk Islam.  
  2. Al Jahidl berpendapat bahwa sahabat ialah orang Islam yang berjumpa dengan Nabi, lama persahabatannya dengan Nabi dan meriwayatkan hadis dari beliau.

Adapun pengertian sahabat secara umum yang telah didefinisikan oleh para ulama’, yaitu  “Sahabat adalah orang yang pernah bertemu dengan Nabi, beriman kepadanya dan meninggal dalam keadaan Islam”. 

Para sahabat Nabi saw., adalah orang-orang yang menyaksikan wahyu dan turunnya, mengetahui tafsir dan takwilnya yang dipilih Allah untuk menyertai Nabinya, menolongnya, menegakkan agamanya dan menampakkan kebenarannya. Allah meridhoi mereka sebagai sahabatnya dan menjadikan mereka sumber ilmu dan teladan. Mereka menghafal dari Nabi saw., apa yang disampaikannya dari Allah swt apa yang disunnatkan, disyariatkan, ditetapkan sebagai hukum, dianjurkan, diperintahkan, dilarang, diperingatkan dan diajarkan Nabi saw. Mereka menjaganya, meyakininya kemudian memahaminya dalam agama dan mengetahui perintah dan larangan Allah swt.

  • PENGERTIAN TABI’IN

Setelah masa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam wafat, pengajaran Islam dilanjutkan kalangan sahabat. Para sahabat ini berdiaspora ke berbagai daerah, baik untuk berdakwah maupun tugas kekhalifahan. Mereka berjumpa dengan generasi selanjutnya yang tidak berjumpa Nabi semasa hidup dan melanjutkan dakwah dan ajaran Islam. Generasi setelah sahabat ini disebut tabi’in. Menurut ulama hadits, semisal seperti dicatat oleh Imam as Suyuthi dalam Tadribur Rowi, definisi tabi’in yang masyhur adalah: orang-orang yang berjumpa dengan sahabat dalam keadaan Muslim, serta wafat juga dalam keadaan Muslim. Disebabkan sanad adalah salah satu elemen penting sebuah hadits, maka mengenal generasi tabi’in dan cara penyandaran hadits mereka kepada Nabi maupun generasi sahabat menjadi patut dicermati. Nabi Muhammad dan generasi sahabat yang notabene menjumpai beliau, dan mengamalkan Islam sebagaimana mereka ketahui sendiri dari Nabi, adalah rujukan berislam generasi setelahnya. Masa para tabi’in ini merentang dari pasca wafatnya Nabi, sampai sekitar 150 H. Pakar rijalul hadits atau biografi perawi membuat klasifikasi tentang tabi’in ini. Secara garis besar, pembagian tabiin ini dibagi menjadi generasi tabi’in tua (akbarut tabi’in) dan generasi tabi’in yang lebih muda (shigharut tabi’in) salah satunya berdasarkan kedekatan dengan masa Nabi. 

Rasulullah SAW menegaskan, “Sebaik-baik umatku adalah yang hidup pada kurun sahabatku, kemudian setelah kurun mereka (tabiin), kemudian setelah kurun mereka (tabi’ut tabi’in).” (Sahih Muslim nomor 4599). Dalam hadis yang lain, Rasulullah SAW mengemukakan, “Sesungguhnya, orang yang terbaik di antara kamu ialah yang hidup pada zaman kurunku (sahabat), kemudian orang-orang yang hidup sesudah kurunku (tabiin).” (Sahih Muslim nomor 4603). Kedua hadis di atas menegaskan dengan sangat jelas akan kedudukan tabiin. Tabiin adalah generasi terbaik setelah generasi sahabat yang mendapatkan rekomendasi langsung dari Nabi Muhammad SAW. Tabi’in adalah generasi Muslim awal yang masa hidupnya setelah para sahabat Nabi dan tidak mengalami masa hidup Nabi Muhammad SAW. Usianya tentu saja lebih muda dari generasi sahabat, bahkan ada yang masih anak-anak atau remaja pada masa sahabat masih hidup. Singkatnya, mereka merupakan murid dari para sahabat Nabi. Penulis mengelompokkan para tabiin itu terdiri dari tujuh ahli fikih Madinah, ahli fikih Makkah, hakim-hakim terkenal, delapan tokoh zuhud, serta ahli pedang dan pena. Selain itu, ahli fikih Kufah, ahli qiraat Alquran, dan Raja Najasyi. 

 

  • AKHLAK TELADAN DAN KEPRIBADIAN PARA SAHABAT DAN TABI’IN

Banyak keteladanan para tabiin yang bisa ditiru oleh kaum Muslimin generasi saat ini. Misalnya dalam hal kualitas keimanan, ketakwaan, keilmuan, akhlak mulia, kezuhudan, kewaraan, kerendahan hati (tawadhu), maupun dalam ketekunan ibadah. Juga, dalam hal keikhlasan, kesungguhan, kesabaran, ketabahan, maupun keistiqamahan di atas kebenaran yaitu :

  1.  Urwah bin Az-Zubair yang menjadi teladan dalam kesabaran
  2. Abu Bakar bin Abdurrahman bin Al-Harits yang digelari “rahib” kaum Quraisy
  3.  Al-Qasim bin Muhammad bin Abu Bakar (cucu Abu Bakar As-Shiddiq yang paling mirip dengan kakeknya) 
  4. Abdullah bin Abdullah bin Utsbah bin Mas’ud yang merupakan pendidikan Amirul Mu’minin, 
  5. Sulaiman bin Yasar yang merupakan orang alim yang rendah hati.
  6. Syuraih Al-Qadhi yang merupakan hakim yang adil dan bijak
  7.  Raja’ bin Haiwah (menteri yang ahli ibadah dan adil)
  8.  Asy-Sya’bi (pemilik atsar yang hafal ribuan hadis tanpa pernah menulisnya)
  9.  Ar-Rabi’ bin Khutsaim (ahli zuhud yang pendiam, pemberani, dan berilmu). 
  10. Ibrahim An-Nakha’i yang merupakan kritikus dalam bidang hadis
  11. Abdullah bin Katsir (penjual parfum yang menjadi imam qiraat)
  12. Shilah bin Asyyam Al-‘Adawi (ahli ibadah yang pemberani)
  13.  Al-Aswad bin Yazid (ahli zuhud yang banyak puasa, shalat, dan haji)
  14. Nashrul bin Al-Ajda’ (ulama dan hakim yang tidak mengambil upahnya).

 

Akhlak dan keteladanan dari para sahabat dan Tabi’in yang dapat dicontoh yaitu:

  • IKHLAS

Ikhlas merupakan bentuk amalan hati yang tidak bisa dilihat. Ikhlas merupakan salah satu syarat diterimanya suatu amalan. Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani berkata, “Beramal dengan ikhlas adalah amal kebajikan yang dilakukan semata-mata karena Allah, semata-mata karena mengharap keridhaan-Nya. Ikhlas merupakan Ruh suatu amal. amal kebajikan yang tdak disertai ikhlas adalah ditolak oleh Allah Azza wa Jalla. ” Katakan/ah.’ Sesungguhnya sembahyangku, /badatku, hidupku dan mat/ku hanya/ah untuk A//ah, Tuhan semesta alam. (Alquran surat Al –an’am 162). Rasululah bersabda “Sesungguhnya semua amalan itu tergantung pada n/atnya, dan sesungguhnya setiap orang hanya akan mempero/eh (ba/asan paha/a) sesuai dengan yang ia niatkan. “(HR. Bukhari & Muslim). Imam Nawawi berkata, “Niat merupakan tolak ukur  keabsahan setiap amal. Apabila niatnya benar, maka amalannya juga benar, sebaliknya apabila niatnya rusak, maka amalannyajuga akan rusak.” Ciri-ciri orang yang beramal dengan ikhlas, antara Iain: 

  1. Hanya mengharapkan ridha dari Allah SWT semata. 
  2. Tidak mengingnkan atau mengharapkan pujian.
  3. Tidak menginginkan atau mengharapkan pujian. 

Diriwayatkan pada sebuah kisah Imam Zainul Abidin. Perdagangannya selalu untung dan pertaniannya subur hingga makin maju dan semakin bertambah banyak hartanya. Beliau selalu menolong orang yang membutuhkan tanpa diketahui oleh orang yang ditolong. Dalam kisah Iain disebutkan bahwa beliau melakukan  pembebasan budak secara besar-besaran. Diceritakan bahwa beliau telah memerdekakan seribu orang budak dan beliau tidak pernah memakai tenaga seorang budak lebih darl satu tahun. Kebanyakan dari mereka dimerdekakan pada malam ‘ledul Fitri’ dan sebelum mereka pergi, beliau memberikan bekal dua kali lipat  untuk berlebaran agar mereka merasakan kebahagiaan yang berlipat.

  • SABAR DAN SYUKUR 

Kisah Abu Qilabah ini merupakan salah satu kisah sahabat yang mengharukan. Dari kisah Abu Qilabah ini kita bisa belajar bagaimana mensyukuri apa pun yang kita miliki dan tetap bersabar dengan apa yang menimpa kita. Diriwayatkan oleh Ibnu Hibban dalam kitab ats-Tsiqat, kisah ini diriwayatkan dari Abdullah bin Muhammad, ia mengatakan “Suatu hari, aku pernah berada di daerah perbatasan, wilayah Arish di negeri Mesir. Aku melihat sebuah kemah kecil, yang dari kemahnya menunjukkan bahwa pemiliknya adalah orang yang sangat miskin. Lalu aku pun mendatangi kemah yang berada di padang pasir tersebut untuk melihat apa yang ada di dalamnya. Kemudian aku melihat seorang laki-laki. Namun bukan laki-laki biasa. Kondisi laki-laki ini sedang berbaring dengan tangan dan kakinya bunting, telinganya sulit mendengar, matanya buta, dan tidak ada yang tersisa selain lisannya yang berbicara. Dari lisannya orang itu mengucapkan, “Ya Allah berilah aku ilham untuk tetap mensyukuri nikmat-Mu yang telah Engkau anugerahkan kepadaku. Dan Engkau sangat muliakan aku dari ciptaan-Mu yang lain. ”Kemudian aku pun menemuinya, dan berkata kepada orang itu, “Wahai saudaraku, nikmat Allah mana yang engkau syukuri?” Kemudian laki-laki pemilik kemah itu menjawab, “Wahai saudara, diamlah. Demi Allah, seandainya Allah datangkan lautan, niscaya laut tersebut akan menenggelamkanku atau gunung api yang pasti aku akan terbakar atau dijatuhkan langit kepadaku yang pasti akan meremukkanku. Aku tidak akan mengatakan apapun kecuali rasa syukur.” Aku kembali bertanya, “Bersyukur atas apa?” Laki-laki pemilik kemah itu menjawab lagi, “Tidakkah engkau melihat Dia telah menganugerahkan aku lisan yang senantiasa berdzikir dan bersyukur. Di samping itu, aku juga memiliki anak yang waktu sholat ia selalu menuntunku untuk ke masjid dan ia pula yang menyuapiku. Namun sejak tiga hari ini dia tidak pulang kemari. Bisakah engkau tolong carikan dia?” Aku pun menyanggupinya dan pergi untuk mencari anaknya. Setelah beberapa saat mencari, aku mendapati jenazah yang sedang dikelilingi oleh singa. Ternyata anaknya laki-laki itu sudah dimakan oleh singa Aku pun bingung bagaimana caraku untuk mengatakannya kepada laki-laki pemilik kemah itu. Aku pun kembali dan berkata kepadanya, “Wahai saudaraku, sudahkah engkau mendengar kisah tentang Nabi Ayub?” Laki-laki itu menjawab, “Iya, aku tahu kisahnya.” Kemudian aku bertanya lagi, “Sesungguhnya Allah telah memberinya cobaan dalam urusan hartanya. Bagaimana keadaannya dalam menghadapi musibah itu?” Ia menjawab, “Ia menghadapinya dengan sabar.” Aku kembali bertanya, “Wahai saudaraku, Allah telah menguji Ayub dengan kefakiran. Bagaimana keadaanya?” Ia menjawab, “Ia bersabar.” Aku kembali bertanya, “Ia pun diuji dengan tewasnya semua anak-anaknya, bagaimana keadaannya?” Ia menjawab, “Ia tetap bersabar.” Aku kembali bertanya, “Ia juga diuji dengan penyakit di badannya, bagaimana keadaannya?”Ia menjawab dan bailk bertanya, “Ia tetap bersabar. Sekarang katakan padaku di mana anakku?” Kemudian aku berkata, “Sesungguhnya putramu telah aku temukan di antara gundukan pasir dalam keadaan telah diterkam dan dimakan oleh binatang buas, semoga Allah melipatgandakan pahala bagimu dan menyabarkan engkau” Kemudian Laki-laki pemiliki kemah ini mengatakan, “Alhamdulillah, yang Dia tidak meninggalkan keturunan bagiku yang bermaksiat kepada Allah sehingga ia diazab di neraka.” Kemudian ia menarik napas panjang lalu meninggal dunia. Aku pun membaringkannya di tangannya dan berpikir apa yang harus aku perbuat. Aku sendirian dan bagaiman aku mengurus jenazah ini. Kemudian aku tutupi dengan jubahku dan beberapa saat kemudian lewat empat orang laki-laki mengendarai kuda. Mereka berkata, “Wahai saudara, apa yang terjadi padamu?” Kemudian aku pun menceritakan kepada mereka apa yang telah aku alami dan aku meminta bantuan kepada mereka untuk mengurus jenazah laki-laki ini. Mereka bertanya, “Siapa dia?” Lalu aku menjawab, “aku juga tidak mengenalnya, dia dalam keadaan sakit dan memprihatinkan,” Kemudian keempat laki-laki ini meminta untuk membuka penutup wajahnya, karena mungkin salah satu dari mereka mengenalnya. Ketika aku membuka penutup wajahnya, tiba-tiba mereka tersentak, lalu mencium dan menangisinya, dan berkata, “Subhanallah, wajah yang senantiasa bersujud kepada Allah. Mata yang selalu menunduk atas apa yang diharamkan Allah. Tubuhnya selalu sujud tatkala orang-orang dalam keadaan tidur”. Aku pun bertanya, “Kalian kenal dengan laki-laki ini?” Mereka menjawab, “Engkau tidak mengenalnya?” Aku menjawab bahwa aku tidak tau siapa laki-laki ini. Kemudian mereka berkata, “Ini adalah Abu Qilabah, sahabat dari Ibnu Abbas. Laki-laki ini, pernah dimintai oleh khalifah untuk menjadi seorang hakim. Namun, ia menolak jabatan tersebut.” Perlu diketahui bahwa jabatan hakim atau qadhi ini adalah suatu jabatan khusus, di mana mereka akan mengatur hukum dan menentukan hukum di antara manusia. Ini merupakan jabatan yang mulia pada saat itu. Namun, Abu Qilabah menolaknya dan pergi ke wilayah Mesir hingga wafat dalam keadaan seperti ini. Kemudian Abdullah bin Muhammad bersama empat laki-laki tadi pun memandikan, mengkafani, dan menyholatkannya, sebelum akhirnya memamkamkan beliau. Dikatakan dalam kisah lain bahwa Abu Qilabah ini adalah sahabat Rasulullah terakhir pada masa itu, sehingga khalifah ingin menjadikannya seorang hakim.

Dalam Al-Qur’an, kesabaran sering dikaitkan dengan sifat-sifat mulia lainnya, misalnya dengan keimanan, syukur, salat, ikhlas, tawakal, dan takwa. Ini menunjukkan betapa sabar memiliki kedudukan yang sangat tinggi dalam Islam, dan tentunya orang-orang yang bersabar memiliki kedudukan yang istimewa di mata Allah SWT. Sekitar 103 kali kata sabar beserta turunannya disebutkan dalam Al-Qur’an. Ini menunjukkan bahwa sabar merupakan sesuatu yang sangat penting. Ayat-ayat Al-Qur’an tentang sabar tersebar dalam berbagai surat dan disebutkan dalam beragam konteks.

Ayat Al-Qur’an tentang Sabar Menghadapi Musibah

وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِنَ الْأَمْوَالِ وَالْأَنْفُسِ وَالثَّمَرَاتِ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ * الَّذِينَ إِذَا أَصَابَتْهُمْ مُصِيبَةٌ قَالُوا إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ

Artinya: “Dan sungguh akan Kami uji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang bersabar. Yaitu orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: Inna lillahi wa inna ilaihi rajiun (Sesungguhnya kami milik Allah, dan kepadanya kami akan kembali)’,” (QS. Al-Baqarah: 155–156).

وَقَالَ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ: {إذَا حَدَثَ عَلَى عَبْدٍ مُصِيْبَةٌ فِيْ بَدَنِهِ أَوْ مَالِهِ أوْ وَلَدِهِ فَاسْتَقْبَلَ ذٰلِكَ بِصَبْرٍ جَمِيْلٍ اسْتَحْيَا اللهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَنْ يَنْصِبَ لَهُ مِيْزَانًا أوْ يَنْشُرَ لَهُ دِيْوَانًا

Rasulullah SAW bersabda: “Jika musibah menimpa pada seorang hamba di badannya atau anaknya, lalu ia menghadapinya dengan kesabaran yang baik maka Allah di hari kiamat menaikkan timbangan untuknya atau memberikan padanya buku catatan.”

Urwah bin Az-Zubair yang menjadi teladan dalam kesabaran. Dikisahkan pula tentang kisah kesalehan Urwah Bin Zubair, ulama yang sangat alim. Beliau adalah salah satu dari Tujuh Fuqaha Madinah, yaitu sebutan untuk sekelompok ahli fiqih dari generasi tabi’in yang merupakan para tokoh utama ilmu fiqih di kota Madinah setelah wafatnya generasi sahabat yang hidup sezaman dengan Nabi Muhammad.

Ibnu Khillikan menyebut beliau sebagai orang yang alim, saleh sekaligus memberi contoh manusia yang sabar dan tabah dalam menghadapi takdir Allah. Dikisahkan saat hendak pergi menemui Walid bin Abdul Malik, beliau mendapati musibah pertama yang menimpanya, anak kesayangannya meninggal dunia karena terinjak binatang ternak dan  meninggal dunia seketika. Dalam keadaan demikian, beliau tetap melanjutkan perjalanannya dengan tetap memuji kebesaran Allah, tidak ada perasaan kecewa terhadap takdir yang Allah berikan tersebut. Beliau bahkan memuji dengan kata yang menyejukkan hati dengan tetap yakin bahwa jika Allah memberikan ujian, pasti memberikan maaf, demikian juga ketika Allah mengambil sesuatu darinya, pasti akan memberi pengganti yang lebih baik.

Setelah kejadian tersebut, beliau mendapat ujian lagi. Kakinya tertimpa penyakit kudis yang sangat parah. Dokter-dokter pada waktu itu sudah angkat tangan karena penyakitnya sudah kronis, hingga kemudian diambillah keputusan untuk mengamputasi kaki Urwah Bin Zubair. Eksekusi dilakukan dengan mendatangkan para jagal. Saat itu belum ada ilmu anestesi seperti kemajuan dunia kedokteran saat ini, sehingga beliau disarankan untuk minum khamr (minuman keras) agar tidak merasa sakit saat diamputasi, beliau menjawab, “Aku tidak akan memanfaatkan sesuatu yang diharamkan oleh Allah hanya karena ingin sembuh.” Selain itu, beliau juga menolak untuk meminum obat tidur dan bersikeras untuk tegar menahan rasa sakitnya. Di sela-sela proses pemotongan kakinya tersebut, beliau tidak henti-hentinya mengucapkan kalimat tahlil dan takbir. Dalam cerita lain, dikisahkan tentang momen pemotongan itu dilakukan sewaktu Urwah sedang shalat sesuai dengan permintaannya. Setelah pemotongan kaki selesai dilakukan, beliau mengatakan:“Demi Allah selama 40 tahun saya belum pernah melangkahkan kaki ke tempat haram dan saya bersyukur bisa mengembalikan kakiku kepada Rabbku dalam keadaan suci.

Sikap Urwah ini menunjukkan betapa tingginya kesabaran beliau dalam menerima takdir Allah. Mendapat musibah bertubi-tubi, tidak membuatnya lantas mengeluh tetapi malah memuji kebesaran Tuhannya. Ia merasa bahwa ujian yang datang menimpanya, tidak sebanding dengan nikmat Allah yang begitu banyak. Orang yang menyatakan keimanannya kepada Allah dengan bersungguh-sungguh, menyikapi sakit dengan hati yang tenang dan ikhlas, karena tahu inilah kesempatan Allah menguggurkan dosa-dosa dan kesalahannya. Mereka tahu inilah kesempatan untuk berdoa dan berdzikir serta berhusnudzon kepada Allah, karena semua atas izin-Nya dan semua akan kembali kepadaNya.

  • JUJUR

Jujur adalah perilaku positif dengan berkata sebenarnya, tidak curang, serta perbuatan dan perkataan yang tidak berlawanan. Perilaku jujur menyebabkan muslim memperoleh kepercayaan lingkungan sekitar. Perintah jujur telah tercantum alam Al Quran dan hadits. Salah satunya dalam Al Ahzab ayat 70

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ وَقُولُوا۟ قَوْلًا سَدِيدًا

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar.” Hadits pentingnya jujur dinarasikan Abdullah,

berikut haditsnya,

إِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِي إِلَى الْبِرِّ، وَإِنَّ الْبِرَّ يَهْدِي إِلَى الْجَنَّةِ، وَإِنَّ الرَّجُلَ لَيَصْدُقُ حَتَّى يَكُونَ صِدِّيقًا، وَإِنَّ الْكَذِبَ يَهْدِي إِلَى الْفُجُورِ، وَإِنَّ الْفُجُورَ يَهْدِي إِلَى النَّارِ، وَإِنَّ الرَّجُلَ لَيَكْذِبُ، حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللَّهِ كَذَّابًا

Artinya: “Hendaklah kalian selalu berlaku jujur, karena kejujuran membawa kepada kebaikan, dan kebaikan mengantarkan seseorang ke Surga. Dan apabila seorang selalu berlaku jujur dan tetap memilih jujur, maka akan dicatat di sisi Allah sebagai orang yang jujur.” (HR Bukhari).

Kisah sahabat Nabi bernama Kaab Bin Malik radhiyallahu anhu dapat kita dijadikan iktibar bagaimana beliau berlaku jujur hingga tobatnya diterima Allah. Sebagai Penyuluh Agama Islam  Islam kita wajib membangun sikap jujur dari diri kita dan kemudian kita sebarkan aura positif ini masyarakat umum. Ka’ab bin Malik, sahabat Rasulullah dari kalangan kaum Anshar. Beliau bernama lengkap Ka’ab bin Malik bin Amru al-Anshari al-Khazraji. Suatu saat, ketika Rasulullah saw bersama para sahabat dan kaum Muslimin dari Kota Madinah hendak berangkat menuju Perang Tabuk menghadapi pasukan Romawi, Ka’ab bin Malik tidak ikut dalam perang itu. Padahal, Ka’ab bin Malik tidak memiliki uzur saat itu. Ka’ab bin Malik tidak turut serta dalam perang hanya karena faktor kelalaiannya.  Sepulangnya Rasulullah dari Perang, Ka’ab bin Malik menyampaikan apa adanya secara jujur di hadapan Rasulullah, karena ia tahu sesungguhnya Allah Maha Tahu dan ia mengharapkan ampunan-Nya. Kemudian, Rasulullah saw memerintahkan Ka’ab bin Malik untuk menunggu kabar berita yang akan datang berdasarkan wahyu Allah.  setelah menunggu lebih kurang 40 hari pada suatu saat selepas shalat subuh, Rasulullah saw menyampaikan sebuah berita gembira bahwasanya Allah menerima taubat Ka’ab bin Malik dan dua sahabat lainnya yang tidak turut serta dalam Perang Tabuk. Dari kisah tersebut dapat kita ambil hikmahnya.

Pada umumnya manusia enggan mengakui kesalahan dan tidak mau bertaubat atas kesalahannya. Keengganan ini biasanya disebabkan rasa gengsi, atau hatinya buta akan kebenaran. Tindakan berkelit dari kesalahan, merangkai dusta demi dusta dan menyulam kebohongan bisa saja dilakukan Ka’ab untuk menyelamatkan mukanya. Namun, beliau memilih bersikap jujur dan terbuka kepada Rasulullah saw. Berkat kejujurannya itu, Allah pun menerima taubatnya. Semoga kita tergolong orang-orang yang mengamalkan kejujuran. Aamiin! ( Mukhtar-Penyuluh Agama Islam)

  • ZUHUD

Dalam buku Ensiklopedi Islam (1994) disebutkan bahwa zuhud maknanya adalah meninggalkan kemewahan duniawi dengan mengharap kebahagiaan akhirat untuk memperoleh rida Allah SWT. Bersikap zuhud tidak berarti lantas membenci harta dan menjalani laku hidup berkekurangan, melainkan tidak terlena terhadap kehidupan dunia. Banyak dari sahabat Nabi Muhammad SAW yang kaya raya, namun mereka tidak terpercaya pada kekayaan tersebut hingga melalaikan Allah SWT. Perintah zuhud ini tertera dalam Alquran surah An-Nisa ayat 77: “Katakanlah, ‘Kesenangan di dunia ini hanya sedikit dan akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa [mendapat pahala turut berperang] …'” (QS. An-Nisa [4]: 77). Berdasarkan ayat di atas, dinyatakan bahwa hakikat zuhud adalah meninggalkan kelebihan dunia dan mengharapkan akhirat. Derajat tertinggi dari zuhud adalah tidak lagi berharap apa-apa, kecuali pada Allah SWT. Bersikap zuhud artinya bersikap minimalis. Tidak membeli sesuatu yang tidak dibutuhkan.

Ar-Rabi bin Khutsaim adalah salah satu ulama tabiin yang utama dan satu di antara delapan orang yang dikenal paling zuhud di masanya. Beliau adalah murid dari Abdullah bin Mas’ud , sahabat Rasulullah SAW . Kecintaan guru terhadap muridnya laksana kasih sayang seorang ibu terhadap anak tunggalnya. Kemudian pergilah mereka berkedua ke rumah syaikh itu. Setelah memberi salam, mereka bertanya, “Bagaimana kabar Anda pagi ini wahai syaikh?” “Dalam keadaan lemah, penuh dosa, memakan rezeki-Nya, dan menanti ajalnya,” jawab Ar-Rabi. “Sekarang di Kufah ini ada tabib yang handal. Apakah syaikh mengizinkan kami memanggilnya untuk Anda?” ujar Hilal. “Wahai Hilal, aku tahu bahwa obat itu adalah benar-benar berkhasiat. Tetapi aku belajar dari kaum Aad, Tsamud, penduduk Rass dan abad-abad di antara mereka. Telah kudapati bahwa mereka sangat gandrung dengan dunia, rakus dengan segala perhiasannya. Keadaan mereka lebih kuat dan lebih ahli dari kita. Di tengah-tengah mereka banyak tabib, namun tetap saja ada yang sakit. Akhirnya tak tersisa lagi yang mengobati maupun yang diobati karena binasa,” jawab Ar-Rabi. Beliau kemudian menghela nafas panjang dan berkata, “seandainya itulah penyakitnya, tentulah aku akan berobat.” Kalau demikian, apa penyakit yang Anda derita wahai Syaikh?” tanya Mundzir. “Penyakitnya adalah dosa-dosa,” jawabnya. “Lantas, apa obatnya?” tanya Mundzir lagi. “Obatnya adalah istighfar,” jawab Ar-Rabi.

 

  1. TAWADHU/RENDAH HATI

Kerendahan hati merupakan sifat karakter yang sangat penting dimiliki setiap orang, karena sifat ini melahirkan berbagai sikap luhur dan menenangkan kehidupan masyarakat. Seperti yang disampaikan Nabi Muhammad SAW, beliau selalu rendah hati kepada siapapun dan tidak pernah menyombongkan diri bahkan atas kehormatan dan keistimewaannya. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam sabda Nabi SAW dalam sebuah hadits yang diriwayatka Bukhari.

عَنْ عُمَرَ بن الخطاب – رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ – أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا تُطْرُونِي كَمَا أَطْرَتْ النَّصَارَى عِيسَى ابْنَ مَرْيَمَ عَلَيْهِ السَّلَام فَإِنَّمَا أَنَا عَبْد، فَقُولوا: عَبْدُ اللَّهِ وَرَسُولُهُ

Dari Umar bin Khattab RA, dia berkata: “Rasulullah SAW bersabda, “Jangan goda aku (juga) karena orang-orang Nasrani menyanjung Isa bin Maryam, karena sesungguhnya aku hanyalah seorang hamba. Maka sebutlah (kamu) hamba Allah dan Rasul-Nya.” (HR Bukhari)

Sulaiman bin Yasar banyak mengambil ilmu dan meriwayatkan hadits dari Zaid bin Tsabit, ‘Abdullah bin ‘Abbas, Abu Hurairah, Hassan bin Tsabit, Jabir bin ‘Abdillah, Rafi’ bin Khudaij, ‘Abdullah bin ‘Umar, ‘Aisyah, Ummu Salamah, Maimunah, Abu Rafi’ -maula Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam-, Hamzah bin ‘Amr Al-Aslami, Al-Miqdad bin Al-Aswad, ‘Urwah bin Az-Zubair, Kuraib, ‘Irak bin Malik, ‘Amrah Al-Anshariyah, Muslim bin As-Saib, dan yang lainnya. Beliau dilahirkan pada akhir-akhir masa Al-Khalifah Ar-Rasyid ‘Utsman bin ‘Affan radhiyallahu ‘anhu. Seorang ‘alim yang berada pada thabaqah ketiga ini adalah imam dan mufti, salah seorang dari tujuh tokoh fuqaha’ kota Madinah. Beliau adalah seorang maula (bekas budak) dari Ummul Mu’minin Maimunah Al-Hilaliyyah radhiyallahu ‘anha, dan ada pula yang mengatakan bahwa beliau adalah sekretaris Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha. Diceritakan oleh ‘Abdullah bin Yazid Al-Hudzali bahwa suatu ketika datang seseorang kepada Sa’id bin Al-Musayyib untuk menanyakan tentang sesuatu, maka kata Sa’id bin Al-Musayyib: “Pergilah engkau kepada Sulaiman bin Yasar, karena sesungguhnya dia adalah orang yang paling ‘alim dari manusia pilihan pada masa ini.”

 

Al-Imam Malik berkata: “Sulaiman bin Yasar adalah ulama umat setelah Sa’id bin Al-Musayyib, dan beliau sering menyepakati Sa’id dalam permasalahan agama. Dan Sa’id sendiri tidak berani mendahuluinya.”

Begitulah akhlak orang-orang yang berilmu, mereka adalah orang-orang yang memiliki sifat tawadhu’ (rendah hati), saling mengutamakan antara yang satu dengan yang lainnya, dan tidak membanggakan dirinya kemudian merendahkan yang lain walaupun pada hakikatnya dirinya memiliki kelebihan dibanding yang lainnya. Adapun membanggakan apa yang ada pada dirinya kemudian merendahkan yang lainnya merupakan akhlak orang-orang yang bodoh walaupun pada hakikatnya dirinya memiliki ilmu yang luas. Beliau dikaruniai oleh Allah subhanahu wata’ala wajah yang sangat tampan. Bahkan dikatakan sebagai manusia yang paling tampan pada zamannya. Dihikayatkan dalam sebuah kisah bahwasanya pernah ada seorang wanita yang sangat cantik masuk kepada beliau. Kemudian si wanita tersebut menginginkan sesuatu kepada beliau untuk dirinya -sebagaimana dalam kisah Nabi Yusuf ‘alaihissalam-, namun beliau menolaknya dan segera lari keluar dari si wanita tersebut. Maka pada malam harinya beliau bermimpi bertemu dengan Nabi Yusuf. Maka berkatalah beliau: “Anda Nabi Yusuf?” Nabi Yusuf menjawab: “Ya, saya adalah Yusuf yang sempat terbetik keinginan terhadap wanita itu (yakni istri Al-’Aziz), dan adapun engkau adalah Sulaiman yang tidak terbetik keinginan terhadap wanita tersebut.” 

Al-Hasan bin Muhammad bin Al-Hanafiyyah berkata: “Sulaiman bin Yasar menurut kami adalah orang yang lebih pandai dibanding Sa’id bin Al-Musayyib.” Ibnu Sa’d berkata: “Beliau adalah seorang yang terpercaya, ‘alim, tinggi kedudukannya, faqih, dan banyak haditsnya.” Qatadah bin Di’amah berkata: “Aku sampai di kota Madinah, maka aku bertanya kepada penduduknya tentang orang yang paling ‘alim tentang masalah thalaq di kota tersebut, maka mereka menjawab: Sulaiman bin Yasar.” Abu Zur’ah berkata: “Beliau adalah seorang yang terpercaya, amanah, memiliki keutamaan dan seorang ahli ibadah.” Yahya bin Ma’in berkata: “Sulaiman adalah seorang yang terpercaya.” An-Nasa’i berkata: “Beliau termasuk salah satu dari imam kaum muslimin.” Ibnu Hibban berkata: “Beliau adalah termasuk Fuqaha’ kota Madinah dan Qurra’ (Ahli Qira’ah) nya kota itu.”

  • DERMAWAN

Dermawan adalah sifat bagi seseorang yang suka memberi. Cakupan pemberian dalam sifat dermawan tidak hanya dibatasi dengan pemberian berupa harta. Akan tetapi juga mendermakan kebaikan apapun yang bermanfaat bagi orang yang didermakan, seperti memberikan pelayanan, bantuan dan sejenisnya. Seperti kisah sahabat nabi Mhammad SAW yaitu Sa’ad bin Ubadah adalah pemimpin Khazraj dan pembawa panji Ansar. Ibunya bernama Hamrah binti Mas’ud. Dia dijuluki Abu Thaabit dan Abu Qays. Dia memeluk agama Islam paling awal dan menghadiri ikrar kesetiaan ‘Aqabah’ kedua bersama dengan 70 pria dan 2 wanita dari kalangan Ansar. Di antara kelompok tersebut ada 12 pemimpin. Ketika Rasulullah dan para sahabat berhijrah ke Madinah, Sa’ad menerima mereka dengan hangat. Sampai-sampai ia rela menyerahkan hampir semua hartanya untuk melayani mereka. Dia dikenal sebagai orang yang murah hati. Dia selalu meminta kepada Allah rezeki dan kebaikan yang banyak. “Ya Allah, beri aku kemuliaan. Ya Allah tidak ada kemuliaan tanpa perbuatan, dan tidak ada perbuatan tanpa kemampuan (rezeki).” Ia juga berdoa, “Ya Allah sedikit tidak cocok untuku dan aku juga tidak cocok untuk itu.” Itulah doa meminta rezeki yang selalu dibaca oleh Sa’ad bin Ubadah.

  • ADIL

Adil menurut bahasa Arab disebut dengan kata ‘adilun, yang berarti sama dengan seimbang. Menurut kamus besar bahasa Indonesia, adalah diartikan tidak berat sebelah, tidak memihak, berpihak pada yang benar, berpegang pada kebenaran, sepatutnya, dan tidak sewenang-wenang. Dan menurut ilmu akhlak ialah meletakan sesuatu pada tempatnya, memberikan atau menerima sesuatu sesuai haknya, dan menghukum yang jahat sesuai haknya, dan menghukumyang jahat sesuai dan kesalahan dan pelanggaranya.

Siapa yang tak kenal Umar bin Khattab. Sahabat nabi satu ini mempunyai andil yang besar dalam berkembangnya Islam di dunia. Umar bin Khattab adalah salah satu sahabat Rasulullah SAW yang pemberani dan bahkan tidak ragu untuk mengangkat pedang demi membela Islam. Keberanian Umar bin Khattab juga dalam hal memberikan gagasan dan kritik yang membangun. Umar bin Khattab diberi gelar Al-Faruq oleh Nabi Muhammad SAW yang mempunyai arti yaitu pembeda antara hal yang benar dan salah. Umar bin Khattab tercatat menjadi khalifah menggantikan Abu Bakar yang telah wafat. Dalam masa kepemimpinannya Umar bin Khattab Islam menjadi lebih berkembang dan di kenal di seluruh Dunia.

Syuraih bin Al-Qadhi adalah sahabat Nabi Muhammad SAW yang terkenal sebagai hakim di masa awal Islam. Dia lahir pada tahun 42 sebelum hijrah dan biasa dipanggil Abu Umayyah. Ia termasuk ulama besar. Saat menjadi hakim, Syuraih pernah memenangkan suatu kaum dalam perkara yang berselisih dengan anaknya sendiri. Syuraih diminta anaknya itu untuk memutuskan suatu perkara yang sedang diperselisihkan. “Jika saya yang terbukti benar, maka saya tidak akan mengajukan mereka ke meja hijau. Sedangkan jika saya terbukti bersalah, maka saya tidak akan mengajukan perkara ini ke pengadilan,” demikian perkataan anak Syuraih, dikutip dari Tokoh-tokoh Besar Islam Sepanjang Sejarah karya Syaikh Muhammad Sa’id Mursi. Setelah itu, anaknya menyampaikan duduk perkaranya kepada Syuraih. Lalu Syuraih berkata, “Pergi dan temuilah mereka dan ajukanlah perkaramu ini ke pengadilan.” Namun, nyatanya Syuraih ketika di pengadilan memutuskan anaknya bersalah. Setibanya di rumah, anak Syuraih berkata, “Kalau saja saya tidak meminta saran dari ayah, maka saya tidak akan menghadapi masalah seperti ini.”

Lalu Syuraih menjawab, “Anakku, kau lebih kucintai dari bumi dan seisinya. Tetapi bagiku, Allah lebih mulia dari kamu. Aku khawatir, kalau aku memberitahu bahwa kamu yang menang, maka kamu akan berdamai dengan mereka dan akhirnya kamu mengambil sebagian hak mereka.”

Syuraih pernah menyampaikan, ketika dirinya tertimpa musibah, maka dia akan bersyukur kepada Allah sampai empat kali. Pertama, bersyukur karena tidak tertimpa musibah yang lebih besar dari musibah yang sedang menimpanya. Kedua, bersyukur karena Allah SWT memberinya kesabaran dalam menghadapi musibah tersebut.

Ketiga, bersyukur karena Allah SWT senantiasa membimbing dirinya untuk mengucapkan istirja sehingga dengan itu menjadi pahala. Keempat, bersyukur karena Allah SWT tidak menjadikan musibah itu dalam agamanya.

  • AMANAH

Amanah secara bahasa berasal dari bahasa Arab yaitu al-amaanah (الأمانة). Kata asal dari al-amaanah (الأمانة) adalah al-amnu (الأمن) yang berarti ketenangan jiwa dan terbebas dari rasa takut. Pengertian amanah secara bahasa adalah sesuatu yang dipercayakan, contohnya seperti penggunaan kata amanah pada kalimat : “Titipan adalah amanah”. Dari kalimat tersebut dapat dipahami bahwa makna amanah adalah sesuatu yang dipercayakan agar ia dijaga dan ditunaikkan. Adapun pengertian amanah secara istilah adalah setiap hak yang wajib ditunaikkan dan dijaga. Amanah adalah setiap hal yang dipercayakan kepada seseorang dan diperintahkan untuk ditunaikkan. Allah memerintahkan hamba-hambanya untuk menunaikkannya secara sempurna dan penuh, tidak dikurangi, tidak dicurangi, dan tidak ditunda-tunda, dan termasuk amanah dalam ayat ini adalah amanah kekuasaan, harta, rahasia-rahasia, dan delegasi-delegasi (rahasia) yang tidak diketahui kecuali oleh Allah. Sahabat nabi yang terkenal dengan sifat amanah nya yaitu Abdullah bin Mas’ud, bekerja dengan Rasul Abdullah bin Mas’ud tetap terikat erat dengan Nabi. Berbagai kebutuhan Rasulullah selalu dipenuhi Abdullah. Dialah sosok yang mengikuti Nabi dalam perjalanan dan ekspedisi. Dia akan membangunkan Nabi saat tidur. Abdullah melindungi Rasulul lah saat mandi. Dia akan membawa staf dan siwaknya (sikat gigi) dan menyediakan kebutuhan pribadi lainnya dan dia sangat amanah dengan nabi Muhammad SAW.

  • Berbakti kepada orang tua

Sikap berbakti terhadap orang tua merupakan salah satu sikap yang dicerminkan dari kisah uwais al qarni. Dimana si pemuda ini sangatlah berbakti terhadap orang tua meskipun si pemuda ini mengalami penyakit belang – belang pada tubuhnya. Sebab si pemuda ini sangatlah yakin bahwa ibu merupakan salah satu seseorang yang sangat mulia di dalam hidupnya. Karena jika seorang anak durhaka terhadap orang tuanya maka anak tersebut tidak akan pernah merasakan sebuah syurga di akhirat nanti. Uwais Al Qarni ini menceritakan seseorang pemuda yang sedang hidup di zaman Nabi Muhammad SAW yang hidup miskin serta berpenyakitan sopak.

Uwais Al Qarni merupakan salah satu pemuda yang hidup hidup dalam kendati yang serba kekurangan dan dia merupakan seorang pemuda soleh terhadap orang tuanya. Tetapi dengan kekurangan yang dimiliki oleh keluarga kecil ini si pemuda bernama Uwais Al Qarni tidaklah pernah menyerah dalam merawat ibunya. Sebab seorang anak haruslah bisa merawat ibunya dengan sepenuh hati yang sudah tua dan berpenyakitan. Berbakti kepada orang tua bisa dilakukan dengan melalui banyak cara seperti contoh dengan tidak membantah ketika disuruh. Sebab sudah tugas dari seorang anak agar bisa merawat ibunya dengan penuh hati dan rasa cinta bukan.

Uwais Al Qarni merupakan sebuah kisah sahabat nabi yang berbakti kepada orang tua yaitu ibunya. Dimana pada suatu hari si pemuda bernama Uwais ini meminta izin kepada ibunya untuk melepaskan rindu terhadap Rasulullah. Dan ibunya mengizinkannya untuk dia pergi ke Madinah dengan syarat agar lekas kembali setelah bertemu Rasulullah sebab ibunya sedang sakit – sakitan. Perjalanan yang Uwais tempuh ini selama 3 hari untuk mencapai kota Madinah. Dan setelah sampai di sana ia sesegera mungkin mencari rumah dari Rasulullah dan di ketuklah pintu rumah Rasulullah sembari mengucapkan salam. Lalu keluarlah seseorang seraya membalas salam dari Uwais ini.

Namun sangat disayangkan ketika itu Rasulullah sedang berada di medan perang dan si pemuda ini hanya bertemu dengan istri dari Rasulullah. Betapa kecewa dalam hatinya ketika ia tidak menemui pujaan Rasulullah ini. Di dalam hatinya bergelumang ingin sekali menanti kedatangan dari Rasulullah tetapi di dalam hati kecilnya ia masih ingat pesan dari ibunya agar segera pulang. Lalu ia memutuskan untuk pulang dan menitip pesan terhadap istri Rasulullah tersebut. Tak lama kemudian Rasulullah datang dari medan perang dan mengetahui bahwa ada seorang pemuda yang sedang mencarinya.

asulullah Pun bercerita bahwa Uwais Al Qarni terkenal dilangit tidak terkenal dibumi karena ia merupakan seseorang yang sangat dicintai Allah. Rasulullah bercerita terhadap sahabatnya jikalau ia bertemu dengan pemuda ini maka mintalah doa serta istighfar kepadanya. Sebab ia merupakan penghuni langit bukanlah penghuni bumi ini. Seketika waktu terus berjalan Rasulullah wafat dan kedua sahabat ini memutuskan untuk bertemu dengan Uwais Al Qarni. Dan benar apa yang dikatakan Rasulullah bahwa telapak dari Uwais ini terdapat tanda putih yang menandakan ia adalah seorang penghuni langit

Salah satu sahabat nabi dan pemeluk islam pertama yang dikenal sangat berbakti pada orang tuanya adalah Saad Bin Abi Waqqash. Pria yang merupakan paman Rasulullah SAW ini sangat taat dan patuh kepada ibunya. Bahkan, cintanya pada si Ibunda terus melekat hingga dewasa. Sayangnya, Ibu Sa’ad hamnah binti Sufyan bin Abu Umayyah adalah penyembah berhala. Ibunya bersikukuh untuk setia dengan agama nenek moyangnya. Namun, Sa’ad berpindah ke agama islam di umurnya yang menginjak 17 tahun. Dituliskan kisahnya bahwa ibunya terus membujuknya untuk menyembah berhala. Bahkan, ibundanya rela untuk tidak makan dan minum hingga Sa’ad meninggalkan islam. Namun, keteguhan hati Sa’ad dalam merangkul agama islam sangat kuat. Pria ini masih tetap taat untuk menjaga ibunya meski tak menuruti permintaannya agar berpindah agama. Dari kekuatan tekad itulah, ibu Sa’ad pun sadar bahwa apa yang dia lakukan hanya membawa kebencian dan kesedihan.

salah satu kisah sahabat nabi yang berbakti kepada orang tua hadir dari pemuda muslim bernama Kilab Bin Umaiyah. Pria ini memiliki ayah dan ibu yang sudah tua dan tak mampu beraktivitas. Karena itulah, setiap pagi dan petang pemuda ini selalu menyiapkan susu untuk orang tuanya. Namun suatu ketika, Kilab turut berjihad dalam perang.

Dia pun membeli hamba sahaya untuk mengasuh kedua orang tuanya. Karena orang tua Kilab tertidur pulas, hamba sahaya tersebut tidak memberikan gelas susu di petang hari. Sehingga di tengah malam orang tua Kilab terbangun dalam keadaan lapar dan tak berdaya. Di kala itu, bapak Kilab mengucap permohonan kepada Kilab dengan kitabullah.

Perkataan tersebut pun mencapai Umar bin Khattab. Yang kemudian meminta Kilab untuk memeras susu unta untuk ayahnya. Di saat ayah Kilab meminumnya, dirinya mengenal bau dan siapa pemeras air susu tersebut. Senantiasa, Umar pun mengutus Kilab untuk pulang dan merawat orang tuanya sampai wafat.

  • Pemaaf

Kecintaan Nabi Muhammad SAW terlihat dari sifat-sifatnya yang sangat mulia. Beliau dikenal lemah lembut terhadap para sahabatnya. memaafkan mereka dan meminta kepada Allah SWT untuk mengampuni dosa dan kesalahan mereka, Nabi juga sangat mengenal anak-anak. Dikatakan bahwa ketika Nabi Muhammad SAW sedang berdoa, dia mendengar seorang anak kecil menangis dan menjadi khawatir tentang anak itu. Nabi kemudian mempercepat shalatnya karena mengetahui bahwa ibunya pasti sangat khawatir dengan tangisan putranya.

عن عبدالله ابن أبي قتادة الأنصاري، عن أبيه قال قال رسولُ الله

إنِّي لَأَقُومُ إلى الصَّلَاةِ وأَنَا أُرِيدُ أنْ أُطَوِّلَ فِيهَا، فأسْمَعُ بُكَاءَ الصَّبِيِّ، فأتَجَوَّزُ في صَلَاتي كَرَاهيةَ أنْ أشُقَّ علَى أُمِّهِ

Dari Abu Qatadah Al-Anshari dari ayahnya RA, Rasulullah SAW bersabda, “ “Sesungguhnya aku mengerjakan sholat dan berniat melakukannya dalam waktu yang lama. Tetapi aku mendengar seorang anak kecil menangis maka aku mempercepat shalat. Karena aku tahu bahwa ibunya pasti sangat sangat khawatir tentang tangisan putranya.” (HR Bukhari dan Muslim)

Akhlak mulia Rasulullah SAW dikenal memiliki akhlak yang paling mulia untuk dijadikan teladan bagi umatnya. Akhlaknya yang paling mulia selalu menyertakan pendapat yang baik, dia tidak pernah melakukan hal-hal buruk, berperilaku kasar, dan tidak pernah berteriak.

Apalagi Rasulullah SAW tidak pernah membalas perbuatan buruk yang menimpanya kepada siapapun. Bahkan, dia mendoakan orang yang menyakitinya dengan hal-hal yang baik. Sebagaimana dijelaskan dalam riwayat berikut:

عن أبي عبد الله الجَدَلِي قال: سألتُ عائشة -رضي الله عنها-، عن خُلُق رسول الله -صلى الله عليه وسلم- فقالت: «لم يكن فاحِشًا ولا مُتَفَحِّشًا ولا صَخَّابًا في الأسواق، ولا يَجْزي بالسيئةِ السيئةَ، ولكن يَعْفو ويَصْفَح».

Dari Abu Abdilah al-Jadali RA dia berkata, “Saya berkata kepada Aisyah, ‘Bagaimana sikap Nabi terhadap keluarganya?’ Aisyah menjawab, “Dia adalah orang yang paling terpuji. Rasulullah tidak pernah bersikap dengan buruk, kasar atau berteriak di tengah pasar. Dia tidak akan membalas kejahatan dengan kejahatan. Tapi dia memaafkan dan memaafkan hal-hal buruk yang ditujukan kepadanya secara pribadi.” (HR Imam Ahmad)

Suatu ketika, seusai mengerjakan salat berjamaah bersama para sahabat, Rasulullah saw berkata, “sebentar lagi akan datang seseorang yang akan dijamin masuk surga oleh Allah swt” Tidak lama datang seorang pria yang kemudian masuk ke masjid, mengerjakan salat dan langsung berlalu ketika dia selesai melakukannya.  Esok harinya, Rasulullah juga berujar hal yang sama, dan kemudian muncul seorang pria yang sama. Kejadian ini berulang sampai 3 kali berturut-turut. Peristiwa ini mengundang rasa penasaran Abdullah bin Amr, yang kemudian mendatangi rumah pria yang dikatakan telah dijamin masuk surga tersebut. Lalu ia mengetuk rumah pria tersebut dan saat sudah dibuka Abdullah bin Amr berkata saat itu ia sedang ada sedikit masalah dengan ayahnya dan berjanji tidak ingin menemui ayahnya sampai 3 hari ke depan dan ia meminta izin untuk menginap di rumah pria tersebut selama 3 hari. Pria tersebut mengizinkan Abdullah bin Amr untuk menginap di rumahnya.

Selama 3 hari Abdullah bin Amr memerhatikan setiap perbuatan pria tersebut. Beliau tidak menemukan satu ibadah istimewa yang dilakukan pria tersebut. Bahkan salat malam saja pria tersebut jarang melakukan. Ia hanya menemukan pria tersebut kerap berzikir ketika hendak menjelang tidur. 

Selesai menginap selama 3 hari, Abdullah bin Amr berpamitan. Sebelumnya ia menceritakan maksud kedatangannya. Ia juga menjelaskan sebetulnya tidak sedang bertengkar dengan ayahnya. Ia hanya penasaran kenapa Rasulullah selalu mengatakan bahwa pria tersebut mendapat jaminan masuk surga oleh Allah swt. Maka ia bermaksud untuk mengetahui adakah ibadah khusus yang dilakukan oleh pria tersebut. 

Dengan segala kerendahan hati pria tersebut kemudian berkata, “Aku memang tidak punya amalan khusus, hanya saja aku selalu berusaha memaafkan mereka yang menyakitiku baik sengaja maupun tidak sengaja serta menghilangkan rasa benci, iri dan dengki kepada semua orang” Abdullah bin Amr pun tersenyum lalu beranjak pulang setelahnya.

  • TAUBAT

Bagi orang Islam tentu sudah tidak asing mendengar istilah “Taubat Nasuha” istilah tersebut pada umumnya mempunyai maksud taubat yang sebenar-benarnya dalam kata lain bukan taubat sambal, esok taubat malam kumat lagi. Munculnya istilah tauabat Nasuha dalam dogma dan sejarah Islam dilatar belakangi oleh kisah seorang pemuda bernama Nasuha yang hidup pada masa Nabi Muhamad. Sehingga dengan demikian apabila Nasuha ini mengimani Islam sebagai agamanya serta hidup dan menyaksikan Nabi Muhamad maka ia termasuk pada golongan sahabat.

Sahabat Nasuha, pada mulanya merupakan seorang yang taraf kejahatannya boleh dibilang menjijikkan, bahkan saking menjijikkannya manakala ia hendak taubat dan mengakui segala kebejatannya di depan Nabi Muhamad  ia justru diusir oleh Nabi.

Kejahatan Sahabat Nasuha memang kala itu dianggap sebagai kejahatan yang aneh, menjijihkan dan yang jelas diluar nalar manusia nomal, tapi kelak pengusiran Nabi pada Sahabat Nasuha itu kemudian membawa ampunan baginya, sebab setelah peristiwa tersebut Nabi Muhamad didatangi Malaikat Jibril yang mewahyukan tentang ampunan Allah atas kejahatan yang dilakukan Nasuha.

Nasuha merupakan pemuda Madinah yang berprofesi sebagai penggali Kubur, secara umum ia pemuda yang baik tidak pernah melakukan kejahatan pencurian, pembunuhan ataupun menyekutukan Allah, akan tetapi ia melakukan kejahatan yang diluar batas-batas manusia normal, sebab ia hobi memperkosa mayat-mayat gadis yang sebelumnya ia kuburkan.

Tidak tanggung-tanggung mayat gadis-gadis yang sudah diperkosanya berjumlah 99 orang, manakala ia hendak memperkosa mayat gadis yang ke 100 kalinya, rupanya hidayah Allah menghampirinya, sebab mayat gadis yang hendak ia perkosa itu rupanya berbicara dan memperingatkan Nasuha tentang hukuman Allah bagi orang-orang yang melakukan kejahatan itu. Sontak saja peristiwa itu membuat Nasuha lari tunggang langgang, melalui peristiwa itu, ia menysali segala perbuatannya, ia menangis tak henti-hentinya, hingga ia kemudian meminta ampunan Allah dengan cara menemui Nabi Muhamad, namun selepas ia menemui Nabi dan mengakui segala perbuatan bejatnya ia justru diusir Nabi.

Pengusiran yang dilakukan Nabi padanya tidak menghalanginya untuk bertaubat, ia pun melarikan diri ke padang pasir sambil terus-terusan menangis dan bersujud mengharap ampunan Allah. Selepas peristiwa pengusiran itu, Nabi ditegur oleh Allah melalui kedatangan Malaikat Jibril yang mengabarkan ampunan Allah turun bagi Nasuha, maka selepas peristiwa itu Nabi mengumumkan kepada khalayak ramai bahwa Nasuha telah diampuni taubatnya dan sekaligus mengabarkan bahwa Nasuha merupakan salah satu penghuni surga. Namun baru saja Nasuha dihadapkan kepada Nabi untuk yang kedua kalinya ternyata ia wafat.

Tsalabah bin Abdul Rahman ra adalah salah seorang sahabat yang mulia. Beliau berasal dari kalangan Anshar, dan selalu setia melayani Rasulullah Saw sejak beliau ra masuk Islam.

Suatu ketika dalam sebuah perjalanan untuk menunaikan sebuah urusan, secara tidak sengaja Tsalabah ra melihat seorang wanita Anshar yang sedang mandi. Rasa takutnya akan Allah Swt muncul seketika, ia takut jika Allah Swt akan menurunkan wahyu atas apa yang telah terjadi. Maka ia lari hingga mencapai pegunungan, tinggal disana dan senantiasa bertaubat dan menangis kepada Allah Swt selama 40 hari.

Malaikat Jibril as menyampaikan perihal ini kpd Rasul Saw, shg Rasulullah Saw meminta kepada beberapa sahabat Anshar untuk menjemputnya. Ketika sampai Madinah, Rasulullah Saw sedang memimpin shalat berjamaah. Maka shalatlah mereka, namun Tsalabah ra masih dengan rasa berdosanya, memilih shaf paling belakang. Ketika ia mendengar ayat Qur’an yg sdg dibaca Rasul Saw, ia seketika pingsan. Selesai shalat, Rasulullah Saw membangunkannya dan menanyakan perihal dirinya.

“Apa yg menyebabkan kau pergi dariku?,” tanya Rasul.

 “Dosaku, ya Rasulullah,” jawabnya.

 “Bukankah aku pernah menunjukkan ayat yg dpt menghapus dosa dan kesalahan (QS. 2:201)?,” tanya Rasul.

 “Betul, akan tetapi dosaku teramat besar, ya Rasulullah,” jawabnya.

 “Akan tetapi, Kalam Allah itu lebih besar lagi,” jawab Rasulullah Saw.

Setelah itu, Rasulullah Saw memerintahkan agar Tsalabah dibawa kerumahnya. Namun setelah sampai dirumah, Tsalabah ra jatuh sakit, hingga akhirnya Rasulullah Saw yang mendengar kabar sakitnya Tsalabah ra menjenguknya. Tsalabah ra masih malu karena rasa bersalahnya selalu menggeser kepalanya dari pangkuan Rasulullah Saw.

 “Mengapa kamu geser kepalamu dari pangkuanku?,” tanya Rasulullah Saw.

 “Karena kepala ini penuh dosa,” jawab Tsalabah ra.

 “Apa yg kamu keluhkan?,” tanya Nabi Saw kepadanya.

 “Seperti ada gerumutan semut-semut di antara tulangku, dagingku, dan kulitku,” jawab Tsalabah ra.

 “Apa yang kamu inginkan?,” tanya Nabi Saw.

 “Ampunan Rabbku,” jawabnya.

Kemudian turunlah Jibril as kpd Nabi Saw dengan membawa wahyu dr Allah Swt,  “Andaikata hamba-Ku ini meghadap-Ku dengan kesalahannya sepenuh bumi, Aku akan menyambutnya dengan ampunan-Ku sepenuh bumi pula.”

Nabi Saw menyampaikan wahyu tersebut kepada Tsalabah ra, dan seketika ia terpekik dan meninggal. Maka Rasulullah Saw memerintahkan agar ia segera dimandikan dan dikafani. Ketika selesai menyalatinya, beliau Saw berjalan sambil berjingkat.

Salah seorang sahabat menanyakan mengapa Rasulullah Saw berjalan sambil berjingkat seperti itu. “Demi Dzat yang telah mengutusku dengan benar sebagai Nabi, sungguh aku tidak mampu meletakkan kakiku di atas bumi, karena malaikat yang turut melayat Tsalabah sangatlah banyak,” jawab Rasulullah Saw.

Kisah Tsalabah ra, seorang sahabat yang mulia, memberikan kita beberapa hikmah. Ada keagungan dalam sikap Tsalabah ra dalam menyikapi rasa bersalahnya. Kesalahan Tsalabah ra mungkin merupakan sebuah kesalahan yang sepele untuk kita, namun tidak untuk seorang Tsalabah ra.

  • PEMALU

Utsman bin Affan bin Abi Al-Ash bin Umayyah bin Abdu Asy-Syams bin Abdu Manaf. Nasab beliau bertemu dengan nasab Nabi pada kakek keempat. Ibunya bernama Arwa binti Kuraiz bin Rabiah bin Hubaib bin Abdu Asy-Syams dan neneknya bernama Ummu Hakim Al-Baidha binti Abdul Muththalib, bibi Rasulullah   dari pihak bapak. Dari sisi nasab, beliau sebagai keponakan Rasulullah , Utsman juga menjadi menantu Rasulullah dengan menikahi dua orang putri Rasulullah , Ruqayyah, kemudian Ummu Kultsum, sehingga dijuluki dzun nurain (pemilik dua cahaya). Nama kunyahnya adalah Abu Amr dan Abu ‘Abdillah.

Beliau termasuk orang yang terpandang, dimuliakan dan sangat dicintai oleh kaumnya saat sebelum masuk Islam maupun setelahnya. Juga termasuk orang yang pertama menyambut dakwah Islam (as-sabiqun al-awwalun) pada umur 34 tahun. Harta tidak menjadikannya kikir, bahkan infak dan sedekahnya sangat luar biasa, seperti infaknya untuk pasukan muslim yang disebut jaisyul ‘usrah dalam perang Tabuk melawan pasukan Romawi saat musim paceklik panjang. Dermawan ini juga yang menginfakan sumur yang dibelinya untuk keperluan kaum muslimin saat kesulitan air tawar di Madinah. Pemilik dua cahaya ini pula yang mewakafkan tanah untuk perluasan masjid Nabawi saat jumlah kaum muslimin semakin bertambah.

Saat dilakukan bai’at Ridhwan, melalui tangan Rasulullah   yang mulia sebagai wakil pengganti Utsman dengan mengatakan, “Ini adalah bai’atnya Utsman.” Utsman bin Affan رضي الله عنه  memiliki banyak keutamaan, diantaranya mendapatkan persaksian dari Rasulullah bahwa Utsman adalah min ahlil jannah (salah satu penghuni surga) diantara 10 orang sahabat yang dijamin masuk surga. Keutamaan berikutnya adalah kedudukan Utsman, demikian juga dengan Abu Bakar dan Umar bin Khathab Radhiyallahu Anhum ‘Ajma’iin, adalah lebih baik dibanding seluruh umat islam lainnya, bahkan timbangan salah seorang dari tiga sahabat Nabi ini niscaya lebih berat dibandingkan timbangan seluruh orang-orang terbaik dari umat ini.

Keutamaan selanjutnya, Utsman merupakan pria pemalu, bahkan para Malaikat pun malu kepadanya (HR. Muslim). Betapa agung dan terhormat lelaki shaleh ini, hingga para malaikat surga pun menaruh penghormatan khusus kepadanya. Beliau termasuk enam orang anggota syura, dan salah seorang khalifah al-mahdiyin, yang kaum muslim diperintahkan untuk mengikuti sunahnya.

Di masa orang yang terkenal dengan akhlaknya yang mulia, sangat pemalu, dermawan, dan terhormat ini menjabat sebagai khalifah ketiga, dunia Islam menikmati perdamaian internal, ketenangan dan kemakmuran ekonomi dalam paruh pertama pemerintahannya. Islam tersebar ke Barat hingga wilayah Maroko, ke Timur hingga ke Afghanistan, dan ke Utara hingga sampai Armenia dan Azerbaijan.

Atas keputusan Beliau dibentuk angkatan laut muslim untuk pertama kalinya hingga kaum muslim dapat melakukan ekspedisi militer di laut. Selain itu, kontribusinya yang luar biasa adalah kebijakannya melakukan penyeragaman bacaan Al-Qur’an dengan dialek dan bahasa yang sama yang dijadikan pedoman dan disepakati. Merupakan mukjizat kenabian, apa yang disabdakan Rasulullah pasti terjadi. Abu Hurairah رضي الله عنه  telah meriwayatkan bahwa Nabi bersabda,

“Sesungguhnya kalian akan menjumpai setelahku fitnah dan perselisihan atau perselisihan dan fitnah.” Maka berkata salah seorang, “Lalu kepada siapa kami akan memihak?” Nabi  bersabda, “Berpegangteguhlah kalian kepada al-Amiin ini dan sahabat-sahabatnya.” Lalu beliau mengisyaratkan kepada Utsman.”

Menjelang masa akhir pemerintahan amirul mukminin Utsman bin Affan sebagai khalifah banyak mendapat protes, kritikan dan tuduhan dari para pemberontak. Walaupun mereka sudah dijelaskan seperti yang dilakukan oleh Abdullah bin Umar رضي الله عنه , namun syubhat-syubhat yang hakikatnya lemah tersebut tetap menjadi kebencian para pemberontak. Akhirnya, mereka datang ke Madinah dan mengepung rumah Khalifah ketiga kaum muslim tersebut.

Pada malam hari sebelum meninggal dunia, Utsman bermimpi bertemu Rasulullah , Abu Bakar dan Umar Radhiyallahu Anhum ‘Ajma’iin, lalu beliau bersabda, “Kembalilah, karena besok engkau akan berbuka bersama kami.” lantas Utsman berpuasa dan mengerti bahwa dirinya akan segera meninggal sebelum matahari terbenam. Sungguh benar atas apa yang telah dikabarkan oleh Rasulullah bahwa Utsman kelak akan dibunuh secara zalim, dan orang-orang yang keluar darinya akan menghalalkan darahnya adalah orang-orang munafik. Orang-orang Khawarij tersebut memanjat rumah Utsman, lalu pedang-pedang mereka mengalirkan darah Utsman yang suci saat beliau sedang berpuasa dan membaca kitabullah, hingga tetesan darah syuhada ini membasahi lembaran mushaf yang sedang dibacanya,

“Maka Allah akan memelihara kamu dari mereka. Dan Dialah yang Maha mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al-Baqarah : 137).

Utsman bin Affan رضي الله عنه  meninggal dunia sebagai syuhada pada hari itu juga. Betapa mulia Utsman bin Affan رضي الله عنه  yang merupakan teladan demi meraih cinta dan rida Allah

SIMPULAN

Pendapat yang paling shahih yang telah diketemukannya bahwa arti sahabat adalah orang yang berjumpa dengan Nabi dalam keadaan dia beriman dan meninggal dalam islam, baik lama ia bergaul dengan Nabi atau tidak, baik dia turut berperang bersama Nabi atau tidak, baik dia dapat melihat Nabi meskipun tidak dalam satu majelis dengan Nabi, atau dia tidak dapat melihat Nabi karena buta. Menurut Usman ibnu Shalih, yang dikatakan sahabat adalah orang yang menemui masa Nabi, walaupun dia tidak dapat melihat Nabi dan ia memeluk Islam semasa Nabi masih hidup. Tabiin adalah generasi terbaik setelah generasi sahabat yang mendapatkan rekomendasi langsung dari Nabi Muhammad SAW. 

Tabi’in adalah generasi Muslim awal yang masa hidupnya setelah para sahabat Nabi dan tidak mengalami masa hidup Nabi Muhammad SAW. Usianya tentu saja lebih muda dari generasi sahabat, bahkan ada yang masih anak-anak atau remaja pada masa sahabat masih hidup. Singkatnya, mereka merupakan murid dari para sahabat Nabi. Banyak keteladanan para tabiin yang bisa ditiru oleh kaum Muslimin generasi saat ini. Misalnya dalam hal kualitas keimanan, ketakwaan, keilmuan, akhlak mulia, kezuhudan, kewaraan, kerendahan hati (tawadhu), maupun dalam ketekunan ibadah. Juga, dalam hal keikhlasan, kesungguhan, kesabaran, ketabahan, maupun keistiqamahan di atas kebenaran. Begitu juga dengan akhlak teladan dan kepribadian para sahabat nabi dan tabi’in yaitu ikhlas, sabar, zuhud, jujur, amanah,tawadhuk/rendah hati, adil dan dermawan. 

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Hadi. (2021). Mengenal Zuhud, Makna dan Contoh Perilakunya dalam Kehidupan Sehari-hari. Diakses 23 Juni 2023 dari https://tirto.id/gbP

al-Alusi, Mahmud bin Abdullah al-Husaini, Ruh al-Ma’ani fi Tafsir al- Qur’an al-‘Azhim wa as-Sab’u al-Matsani, Riyadh: al-Maktabah asy-Syamilah.

al-Asqalani, Abu al-Fadh Ahmad bin Ali bin Muhammad bin Ahmad bin Hajar, al-Ishabah fii Tamyiz al-Shabah, Cet I; Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1415 H

Muhammad Faiz. (2017). Makalah Sahabat Tabi’in dan Tabi’it Tabi’in. Diakses 23 Juni 2023 dari https://semuamakalahpembelajaran.blogspot.com/2017/06/makalah-sahabat-tabiin-dan-tabiit-tabiin.html

Muhammad Iqbal Syauqi. (2018). Mengenal Generasi Tabi’in dan Urgensinya dalam Kajian Hadits. Diakses 23 Juni 2023 dari  https://islam.nu.or.id/ilmu-hadits/mengenal-generasi-tabiin-dan-urgensinya-dalam-kajian-hadits-Qguj9

Ratna Adjeng Tedjo Mukti. (2018). Abdullah Ibnu Mas’ud Sosok Penjaga Amanah. Diakses 24 Juni 2023 darihttps://khazanah.republika.co.id/berita/p3dnvu313/abdullah-ibn-masud-sosok-penjaga-amanah

Saepuloh. (2021). Tasauf Wujud Akhlak Sahabat, Tabi’in dan Salafus Salih. Diakses 24 Juni 2023 dari https://tqnnews.com/tasawuf-wujud-akhlak-sahabat-tabiin-dan-salafus-salih/

https://islamdigest.republika.co.id/berita/r4x3dr366/kisah-syuraih-alqadhi-nyatakan-anaknya-bersalah-di-pengadilan 

https://dppai.uii.ac.id/mengambil-hikmah-kisah-urwah-bin-zubair-dalam-menghadapi-takdir-allah/

https://www.google.co.id/search?hl=id&tbo=p&tbm=bks&q=inauthor:%22Wahyu+Waskito%22

https://p2k.stekom.ac.id/ensiklopedia/Tabiin

https://www.metrontb.com/kajian-islam/8187739023/pengertian-keluarga-rasulullah-sahabat-dan-tabiin-simak-penjelasan-lengkapnya

https://mui.or.id/berita/39238/5-contoh-keteladanan-akhlak-rasulullah-saw-terhadap-sesama/

https://www.merdeka.com/jabar/kisah-abu-qilabah-kisah-haru-wafatnya-sahabat-nabi-kln.html

https://kalam.sindonews.com/read/744851/70/nasihat-tabiin-ar-rabi-bin-khutsaim-yang-menyentuh-hati-1650089065 

https://www.katakini.com/artikel/67465/sang-pemalu-dzun-nurain-utsman-bin-affan-radhiyallahu-anhu/