Oleh Rahayu, M.Pd (SMKN 10 Garut)

Gerakan Literasi Sekolah (GLS) digalakkan dalam mendukung Gerakan Literasi Nasional (GLN). Sehingga, para guru dituntut mendukung terwujudnya aktivitas literasi dengan tugas untuk mencerdaskan anak bangsa.

GLS melibatkan  seluruh komponen sekolah, tidak hanya guru, namun juga para siswa dan tenaga pendidikan. Semua harus  saling  mendukung dan berkesinambungan, namun dalam hal ini, peran guru lebih dominan untuk terbiasa menulis, membaca dan melek digital.

Guru itu DIPERCAYA dan dicontoh peserta didik, guru dalam bahasa Sunda memiliki akronim digugu ditiru, artinya dipercaya dan diteladani sehingga aktivitas guru pun akan dicontoh oleh para siswanya. Karena guru merupakan pendidik sekaligus pengajar, maka para siswa tidak hanya meniru bagaimana menyelesaikan soal-soal akademis, dan teoritis namun akan meniru pula bagaimana sikap guru.

Dalam hal yang mendukung pendidikan seorang guru yang aktif ber-literasi tentu akan ditiru oleh sebagian kecil atau sebagian besar peserta didik dan guru lainnya. Misalnya guru aktif menulis dan melahirkan  karya  dengan terbitnya buku dan artikel yang di terbitkan di media masa, maka diikuti jejaknya oleh para peserta didik. Sebaliknya guru yang hanya memberi pelajaran menulis namun guru tersebut belum pernah menulis atau menghasilkan karya literasi, tentu hanya sebatas pelajaran di kelas. Padahal kegiatan literasi tidak sekedar teori namun lebih pada karya nyata, sehingga literasi dikatakan akan membumi di sekolah dimana ia ditugaskan.

Guru yang Menghasilkan Karya Literasi akan Berpengaruh pada Peserta Didik

Kemampuan menulis guru sangat berpengaruh terhadap gairah siswa dalam ber-literasi. Sehingga secara logika, guru menjadi motor penggerak berjalannya literasi di sekolah. Guru harus mampu membuat karya literasi. Entah apa yang menjadi fokusnya, yang terpenting mampu menggiring siswa bergairah dalam ber-literasi. Paling tidak guru memberi contoh menghidupkan perpustakaan dengan sering membaca dan meminjam buku perpustakaan. Siswa akan lebih senang menerima hal baru yang disampaikan guru dari hasil membaca. Dengan kebiasaan itu, guru akan terlihat ‘up to date’ di mata siswanya.

Literasi Bukan Hanya Menulis

Ber-literasi tidak hanya kegiatan membaca dan menulis saja. Namun ber-literasi merupakan aktivitas mengembangkan kegiatan nalar. Seperti membentuk Kelompok Ilmiah Remaja (KIR), kelompok sastra, Baca Tulis Alquran, kaligrafi, teater, dan sebagainya.

Guru harus memiliki keterampilan di salah satu bidang literasi. Bisa juga dengan berkolaborasi dengan guru dari sekolah lain, tidak masalah. Yang penting bagaimana ide guru dalam bertindak sebagai motor Gerakan Literasi Sekolah.

Adanya program Sagusabu atau Satu Guru Satu Buku dapat memacu guru untuk menulis. Sehingga ke depan dapat berkembang menjadi Samusabu atau Satu Murid Satu Buku. Itu harapannya.

Namun paling tidak dengan keaktifan guru dalam ber-literasi akan memotivasi siswa dalam ber-literasi pula. Sehingga tercapainya Gerakan Literasi Nasional dapat dimulai dari literasi guru dan sekolah baik negeri maupun swasta. (*)