PERNYATAAN Bupati Garut, H. Rudy Gunawan melalui video yang beredar di media sosial yang salah satunya berjudul Bupati Garut: Saya akan ambil Langkah hukum, dan khususnya terkait pemberitaan tentang Klinik Medina (saat ini berstatus RS);
 
Terhadap hal tersebut, SIAGA 8 perlu menjelaskan, bahwa selain ada Unsur Masyarakat lain, SIAGA 8 juga pernah menyampaikan hal tersebut kepada DPRD Garut melalui penyampaian aspirasi dan pengaduan di Komisi III, tanggal 20 Desember 2021, dengan maksud perlu dilakukan Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu (PDTT) melalui BPK RI untuk mendapatkan hasil pemeriksaan yang independen dan objektif dengan tingkat kepercayaan yang memadai terhadap pengelolaan keuangan negara dan pertanggung jawaban keuangan negara;
 
Dalam Pertemuan dengan Komisi III, SIAGA 8 telah menyampaikan pandangan  umum tentang perlunya dilakukan PDTT terhadap dugaan kebocoran APBD Garut TA. 2014-2021 oleh karena pendalaman lebih lanjut dapat dilakukan DPRD melalui fungsi pengawasan dan PDTT BPK RI, salah satunya mengenai “Klinik Medina dalam penanganan Covid 19 di Kabupaten Garut;
 
Namun, karena hal tersebut telah mendapat tanggapan Bupati Garut, maka perlu kiranya kami menyampaikan pendapat dengan batasan-batasan tertentu terkait dengan hal tersebut, sebagai berikut;
 
Pertama, SIAGA 8 merespon hal ini berdasarkan pernyataan Bupati Garut sendiri di media JPPN, Selasa, 20 Oktober 2020, yang menyatakan bahwa rumah sakit milik swasta di daerah belum siap menangani pasien Covid-19 dan menyatakan mengandalkan RSUD dr. Slamet  dan Klinik Medina, dan selanjutnya kami mendapatkan dokumen Kesepakatan Bersama antara Pemda Garut dan Klinik Medina, yang ditandatangani oleh H. Rudy Gunawan selaku Bupati Garut dan Kokon Darmawan selaku Direktur Klinik Medina pada tanggal 27 Maret 2020;
 
Kedua, Dokumen Kesepakatan tersebut adalah dokumen bersifat terbuka, bukan dalam kualifikasi informasi yang dikecualikan atau rahasia. Oleh sebab itu dokumen kesepakatan tersebut dapatlah diuji publik dan dijelaskan autentik tidaknya dokumen tersebut sehingga dapat diajukan tanggapan, atau setidaknya diajukan beberapa pertanyaan yang bersifat teknis prosedural, diantaranya;
 
Apakah benar RS Swasta belum siap?, sehingga mengharuskan Bupati Garut membuat kesepakatan dengan sebuah Klinik?, bukankah dalam kapasitas sebagai Bupati Garut dan juga Ketua Tim Gugus Tugas Kabupaten dapat mendelegasikan dan/atau kesepakatan tersebut bukanlah kewenangan Bupati, melainkan kewenangan dinas/badan teknis dibawahnya, misalnya Dinas Kesehatan atau RSUD dr. Slamet?,
 
Apakah karena pertimbangan dan faktor tertentu terkait dengan alokasi dan penganggaran bersumber dari APBD sehingga harus Bupati (yang juga selaku ketua Tim Gugus Tugas) yang menandatangani?, jika hal ini terkait dengan alokasi dan penganggaran, maka bukankah hal tersebut bisa di alokasikan pada anggaran Dinas Kesehatan atau RSUD sebagai bagian dari pengalokasian anggaran terfokus pada penanganan bencana kesehatan Covid 19 atau Refokusing Anggaran?, sehingga tata kelolanya atau kerjasamanya dapat dilakukan oleh Dinas Kesehatan dan/atau RSUD dr. Slamet sebagai RS Rujukan dengan pihak ketiga.
 
Ataukah hal ini sudah diketahui pihak Dinkes atau RSUD bahwa akan menimbulkan persoalan dikemudian hari karena mengandung pendapat mengenai dugaan adanya interest tertentu, sehingga para pihak tersebut tidak mau mengambil resiko, atau sebagai bagian dari pertimbangan manajemen resiko oleh sebab hubungan tertentu antara Bupati dan Klinik Medina?, dan mengapa hal ini tidak disarankan atau disampaikan kepada Bupati Garut?, atau apakah para pihak tersebut menjadi bagian dari proses kesepakatan.
 
Bukankah Penetapan RSUD dr. Slamet sebagai RS Rujukan Covid 19 sendiri dengan penandatanganan kesepakatan sangat berdekatan waktu (pada bulan yang sama), dimana RSUD dr. Slamet ditetapkan sebagai RS Rujukan pada tanggal pada tanggal 10 Maret 2020 berdasarkan Kep Menkes RI Nomor HK.01.07/MENKES/169/2020, dan Kesepakatan Bersama Pemda Garut dan Klinik Medina Penggunaan Ruang Rawat Inap untuk Penanganan Pasien Covid 19 (ODP dan PDP) pada tanggal 27 Maret 2020, dimana sebagai RS Rujukan tentu saja RS Rujukan sedang dalam proses persiapan sarana-prasana penunjang penanganan Covid-19 sementara pada rentang waktu itu ODP, PDP dan Pasien bergejala covid-19 masih dalam batas-batas bisa ditangani RSUD dan Faskes milik pemerintah/daerah lainnya yang tersedia (sebagaimana data pasien pada saat itu, baik ditingkat kabupaten, maupun Provinsi Jawa Barat dan keputusan penutupan beberapa puskesmas).
 
Apakah, Kerjasama tersebut diketahui atau menjadi rekomendasi Tim Gugus Tugas Kabupaten Garut, sebagai pihak yang diberikan tugas dan wewenang penanggulangan dan penanganan Kebencanaan Kesehatan Covid 19?;
 
Pertanyaan yang sifatnya teknis prosedural ini dapatlah dijelaskan dalam ruang lingkup fungsi pengawasan DPRD dan PDTT BPK RI sehingga terang benderang tanpa prasangka atau dugaan tanpa fakta, akibat tanpa penjelasan atau ketertutupan terhadap dokumen publik ini, serta khusunya yang menyangkut;
 
Ketiga, menjawab atas pertanyaan prosedur pengambilan kebijakan keputusan Kerjasama tersebut, yang berkaitan dengan apakah dapat digunakan atau Kerjasama tersebut masuk dalam kualifikasi sebagaimana Perjanjian Kerjasama Dengan Pihak Ketiga berdasarkan ketentuan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2018 tentang Kerjasama Daerah dan Tugas dan Wewenang DPRD berdasarkan Peraturan Tata Tertib DPRD Garut Nomor 1 Tahun 2020 Pasal 24 huruf I yang menyatakan; “memberikan persetujuan terhadap rencana kerja sama dengan daerah lain atau dengan pihak ketiga yang membebani masyarakat dan daerah kabupaten dan/atau pendanaan kerja sama daerah dengan daerah lain yang belum teranggarkan dalam APBD tahun anggaran berjalan, yang persetujuannya ditetapkan dalam rapat paripurna”. Yang kedua ketentuan ini bersumber dari Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Yang tentu saja dapat diuji Keputusan tersebut dalam ruang lingkup kepatuhan terhadap perundang-undangan, ataukah DPRD memang menyetujui dan/atau ikut serta dalam proses kesepakatan tersebut?
 
Termasuk menguji apakah Kerjasama ini masuk dalam kualifikasi ketentuan pengadaan barang dan jasa dan/atau prosedur tertentu lainnya dimana ada tahapan salah satunya dibuka penawaran terhadap semua fasilitas Kesehatan (Faskes) swasta di Kabupaten Garut dan persetujuan DPRD sebagaimana Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 22 Tahun 2020 tentang Tata Cara Kerjasama Daerah dengan Daerah Lain dan Kerjasama Daerah Dengan Pihak Ketiga;
 
Ketiga hal yang dikemukakan tersebut, kami berhadap dapat dijawab melalui PDTT BPK RI, atau setidaknya menggunanakan mekanisme lain dalam ruang lingkup fungsi pengawasan DPRD sebagaimana yang sudah kami tempuh, pada tanggal 20 Desember 2021.
 
Namun, karena Bupati dan Klinik Medina akan menempuh upaya hukum, maka keputusan tersebut patutlah kami hormati, karena pada prinsipnya memberikan keterangan melalui mekanisme DPRD dan/atau PDTT BPK RI atau Aparat Penegak Hukum (APH), juga sama kualifikasinya juga memberikan pendapat;
 
Dan atau setidaknya, karena telah dinyatakan secara terbuka, dan dibuka ruang pada upaya hukum, maka kami dapat mengambil inisiatif memberikan keterangan terlebih dahulu sebagai bentuk Warga Negara beritikat baik bagi terangnya suatu persoalan yang menyangkut kebijakan publik, sambil menunggu proses di DPRD dan/atau kemungkinan dapat dilakukan PDTT oleh BPK RI;
 
Meskipun hal tersebut tidak ditujukan kepada kami, melainkan pihak lainnya, namun untuk kepentingan meluruskan prosedur dan mekanisme menguji keputusan administrasi publik dan/atau tata Kelola keuangan dan penyelenggaraan negara.
 
Akhir Kata, Selamat Tahun Baru, semoga Bupati Garut diberikan Kesehatan dan kekuataan di Tahun 2022.

Garut, 30 Desember 2021
 
TTD
 
HASANUDDIN, SH
Jubir SIAGA 8