Hasanuddin

Sontak ramai diberbagai media, salah satu Ketua Parpol dia Garut, yang juga Isteri Bupati Garut dengan menaiki “Domba Garut” membagi-bagikan uang atau dikenal dengan istilah “Sawer” di halaman Kantor KPUD Garut pada kegiatan pendfataran Bakal Calag DPRD.

Beragam pendapat soal ini, dan saya sendiri melihatnya dari beberapa perspektit.

Pertama, tindakan ini tentu tidak semua politisi berani melakukannya, apalagi dengan sadar, dan saya melihatnya melakukan sawer terbuka di halaman Kantor KPUD dengan sadar sebagai langkah yang sangat berani.

Kedua, berani karena dapat dianggap atau diterjemahkan sebagai bentuk politik uang (money politik) yang dapat dianggap sebagai perbuatan pidana.

Namun, sepertinya, Ketua Parpol tersebut sadar dan mengetahui bahwa sulit peristiwa ini dikualifikasi sebagai money politik dalam pemilu, sebab dilakukan tidak dalam tahapan kampanye, masa tenang dan pemungutan suara sebagaima larangan yang diatur Undang-Undang Pemilu Nomor 7 Tahun 2017, melainkan dilakukan disaat pendaftaran bacaleg.

Dari sisi tempus, tindakan ini tidak termasuk pidana politik uang karena diluar larangan tahapan yang tidak boleh dilakukan.

Jadi, dipastikan “Peristiwa Sawer di Halaman KPUD Garut” bukanlah peristiwa pidana pemilu.

Ketiga, money politik adalah korupsi elektoral, embrionya korupsi politik, karena itu menjadi salah satu larangan yang bisa diancam tindak pidana, apabila dilakukan di masa kampanye, minggu tenang dan saat pemilihan.

Diluar tahapan itu, meski tidak dilarang, namun setidaknya melanggar etika dan/atau kepatutan untuk melaksanakan pemilu secara bersih dan menjaga kemurnian pilihan berdasarkan kehendak hati nurani, bukan berdasarkan janji dan iming-iming uang dan barang.

Sebab, pemilu adalah mekanisme untuk menampung kehendak publik yang sebenar-benarnya terhadap kekuasaan legislatif dan eksekutif dimasa mendatang.

Jangan sampai money politik mengkudeta kehendak publik dan hati nurani menjadi kehendak uang.

Maka, perbuatan “sawer uang” diluar tahapan larangan dapatlah dianggap melanggar etika pemilu atau etika berdemokrasi.

Namun, lagi-lagi pelanggaran ini tidak serta merta dapat dikenai sanksinya. Sebab tidak diatur.

Etika ini hanya kaidah moral ontologis, sebagai imperatif kategoris; kesadaran moral semata.

Sebagai imperatif hipotesis larangan, tentu tidak diatur.

Keempat, akibatnya, peristiwa ini tidaklah dapat dianggap melanggar pidana pemilu, termasuk melanggar etika sanksi.

Kelima, saya beranggapan, pada kondisi sebagaimana disebutkan diatas, langkah “sawer dihalaman KPUD” tersebut akhirnya bukan saja tindakan politik yang berani, melainkan juga cerdas dari sang Ketua Partai, yang juga Isteri Bupati Garut.

Cerdas sebagai bentuk kampanye menarik perhatian publik atau publisitas politik.

Keenam, oleh sebab itu masalahnya sekarang bukan lagi terletak pada peristiwa tersebut, melainkan pada sikap dan langkah KPUD dan Bawaslu terhadap hal ini.

Kita mau melihat dan menguji apa yang akan mereka lakukan atas peristiwa ini?

Terhadap langkah tersebut, kita akan mengetahui banyak hal;

Kapasitas, Integritas dan keberanian Penyelenggara Pemilu di Garut.

Salam Demokrasi !

Hasanuddin
Aktifis 98