Wabah pes menyerang Jawa!" ("De Pest Rukt Door Java Op!", De Telegraaf, 20-12-1925) (Source Mang Naratas)

Kabupaten Garut saat ini termasuk wilayah yang sebagian warganya terpapar atau diindikasikan menderita penyakit akibat virus COVID-19. Berdasarkan data terakhir yang dirilis Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Kabupaten Garut, tercatat ada 2.547 orang dengan status Orang Dalam Pengawasan (ODP) dengan kondisi 58 orang dalam pemantauan dan 11 dalam perawatan. 35 orang Pasien Dalam Pengawasan (PDP) dengan 8 orang diantaranya dalam perawatan. Sedangkan yang terkonfirmasi positif terpapar COVID-19 tercatat ada 11 orang dengan rincian 1 melakukan isolasi mandiri, sembuh 2 orang,7 dalam proses perawatan dan 1 orang meninggal. Ada juga yang berstatus Orang Tanpa Gejala (OTG) dengan jumlah 744 orang. Jumlah yang meninggal hingga hari Sabtu, 16 Mei 2020 tercatat 29 orang

Di tengah-tengah kecemasan yang terus melanda warga, ternyata wabah mematikan lainnya pernah melanda Kabupaten Garut yaitu sampar (pes) dan kolera. Seorang pemerhati sejarah Garut, Muhammad Satria atau lebih dikenal dengan sebutan Mang Naratas mencatat, pada  tanggal 25 November tahun 1909, sejumlah warga di beberapa desa yang termasuk Distrik Balubur Limbangan dilaporkan menderita sakit perut akut, dari 22 kasus yang dilaporkan 8 diantaranya berakhir dengan kematian. Dokter yang menangani para pasien saat itu menyimpulkan sakit perut yang diderita korban bukan penyakit kolera. Tiga hari berselang penyakit dengan gejala yang sama menyerang warga di wilayah Cibatu, sebagian dari para penderitanya juga dikabarkan meninggal dunia

Mang Naratas menambahkan, untuk mengatasi penyakit tersebut para dokter dikirimkan ke Cibatu. Dari Pemeriksaan sampel kotoran pasien di laboratorium di Batavia akhirnya disimpulkan, penyakit yang merenggut nyawa warga  itu adalah kolera. Berdasarkan literatur yang ditemukan Mang Naratas di koran De Preanger-bode, ternyata penyakit yang ditakuti itu telah menyebar jauh ke pelosok.. kolera sendiri adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri yang menyerang saluran pencernaan. Penularan bakteri ini melalui air minum yang terkontaminasi atau makanan yang tidak diproses dengan benar. Kalau dibiarkan tak terawat, penderita kolera punya risiko kematian yang tinggi akibat dehidrasi.

Penyakit itu terus menyebar secara masif, bulan Desember 1909 dilaporkan, dilaporkan sudah 25 kasus muncul di Balubur Limbangan, 28 di Wanakérta, dan di kota terjadi 4 kasus, satu diantaranya meninggal dunia. Berganti tahun wabah kolera belum juga teratasi, warga yang menderita kolera di Kabupaten Limbangan terus bertambah. Tanggal 1 Januari 1910 jumlah warga penderita kolera sudah mencapai angka 2.335 kasus dan  yang sangat memilukan, 799 orang diantaranya meninggal. Berikut data kasus kolera di kabupaten Limbangan per tanggal 1 Januari 1910:
1. Distrik Balubur Limbangan 733 kasus, 377 sembuh dan 349 meninggal.
2. Distrik Wanakerta 515 kasus, 278 sembuh, 216 meninggal.
3. Distrik Cikembulan 135 kasus, 65 sembuh, 53 meninggal
4. Distrik Suci 463, 354 sembuh, 109 meninggal
5. Distrik Panembong 358 kasus, 310 sembuh, 40 meninggal
6. Distrik Timbanganten 128 kasus, 88 sembuh, 31 meninggal
7. Distrik Batuwangi 3 kasus, 2 sembuh, 1 meninggal
.
Kejadian kasus baru kolera sepanjang Januari 1910 semakin menurun. Pada rentang tanggal 10 sampai 13 Januari 1910 hanya ada 7 kasus baru dan 3 orang meninggal yang dilaporkan. Koran De Preanger-bode tanggal 16 Januari 1910 menulis, jika tidak ada kejadian yang luar biasa kembali, kasus kolera di kabupaten Limbangan dapat dianggap sudah hampir mereda. Sampai tanggal 22 Januari 1910, dilaporkan total kasus kolera yang terjadi di kabupaten Limbangan adalah 2.438 kasus dan 861 orang meninggal dunia. Kasus baru hanya terjadi di distrik Wanakarta, Suci, dan Timbanganten. Penurunan kasus baru mendorong pernyataan status epidemi di Balubur Limbangan dan Wanakarta dicabut. Akhir Januari wabah kolera dianggap telah reda.

Masih dalam catatan Mang Naratas, meski mengalami penurunan, namun wabah kolera yang meneror warga belum sepenuhnya hilang. Pada bulan April 1910 dilaporkan kasus kolera kembali muncul. Dari tanggal 6 sampai 20 April tercatat ada 439 kasus dan 241 orang diantaranya meninggal dunia. Kasus terjadi tersebar di hampir seluruh kecamatan di distrik-distrik (kawedanaan) Wanakerta, Cikembulan, Timbanganten, Suci, dan Panembong.
.
Dilaporkan, dari tanggal 1 sampai 20 Juli tercatat 72 kasus baru dengan jumlah kematian sebanyak 48 orang. Jumlah ini sudah jauh berkurang dibanding kasus yang muncul pada bulan-bulan sebelumnya. Di kota Garut sendiri, ibukota kabupaten Limbangan, dari bulan April sampai Juli 1910 tercatat 28 kasus dan 12 orang yang meninggal. Kondisi ini, dianggap koran De Preanger-bode, tidak terlalu mengkhawatirkan.

Tak hanya kolera, wabah yang tidak kalah menakutkan juga menyebar di Kabupaten Limbangan yaitu sampar (pes). Kejamnya virus ini bahkan tidak hanya merenggut nyawa rakyat jelata tetapi juga menyasar para priyayi diantaranya kepala Rumah Sakit, dr Slamet,  seorang penghulu, Raden Hadji Mohamad Soedjai dan Camat Kota Garut Raden Kanduruan Kertanegara. Tak hanya itu bahkan Bupati  Garut, Raden Adipati Aria Mohamad Musa Suria Karta Legawa (1929-1944) ditetapkan sebagai Orang Dalam Pengawasan (ODP) dan diisolasi selama sembilan hari

Peta sebaran wabah pes di Pulau Jawa (Source : Mang Naratas)

Tak hanya kolera, wabah yang tidak kalah menakutkan juga menyebar di Kabupaten Limbangan yaitu sampar (pes). Kejamnya virus ini bahkan tidak hanya merenggut nyawa rakyat jelata tetapi juga menyasar para priyayi diantaranya kepala Rumah Sakit, dr Slamet,  seorang penghulu, Raden Hadji Mohamad Soedjai dan Camat Kota Garut Raden Kanduruan Kertanegara. Tak hanya itu bahkan Bupati  Garut, Raden Adipati Aria Mohamad Musa Suria Karta Legawa (1929-1944) ditetapkan sebagai Orang Dalam Pengawasan (ODP) dan diisolasi selama sembilan hari

Dalam unggahannya di grup Komunitas Garut Heritage, Mang Naratas menulis, dari Laporan Pengendalian Wabah Pes di Jawa tahun 1935 (H.J. Rosier), Kabupaten Garut merupakan daerah tertinggi untuk rata-rata kasus kematian per 100.000 penduduk dibanding dengan kabupaten lain yang terjangkit wabah pes. Di Garut, dari 670.870 orang penduduk, terdapat 4.108 orang yang meninggal akibat pes. Ada 16 kecamatan yang terdampak wabah pes ini yaitu: Garoet, Karangpawitan,Wanaraja,Tarogong, Bayongbong, Cilawu, Cisurupan, Cibatu,Sukawening, Malangbong, Leles, Kadungora, Bl. Limbangan, Banyuresmi, Samarang dan Cikajang *** Herdy M Pranadinata