Pada tanggal 16 Februari 1813 (208 Tahun lalu), Sir Thomas Stamford Bingley Raffles, Gubernur-Letnan Hindia Belanda mengeluarkan surat keputusan pembentukan kembali Kabupaten Limbangan yang beribukota di Suci dan melalui Bupati Limbangan Adipati Adiwijaya (1813-1831) membentuk panitia untuk mencari tempat yang cocok bagi ibu kota kabupaten.

Dalam perjalanannya, panitia menemukan area yang sesuai dengan bagi ibu kota kabupaten , yang saat itu area tesebut dipenuhi semak belukar berduri dan beberapa tim tergores tangannya atau “kakarut”, yang oleh orang belanda diucapkan menjadi “gagarut”.

Sejak saat itu area tersebut dinamai dengan sebutan “Ki Garut” dan telaganya dinamai “Ci Garut”. (Lokasinya sekarang SMPN 1). Nama tersebut disetujui oleh Bupati Kabupaten Limbangan Adipati Adiwijaya dan menjadi Ibu Kota Kabupaten Limbangan.

Baru seabad kemudian, ibu kota secara administratif resmi berpindah ke Garut dan kabupaten dirubah namanya menjadi Kabupaten Garut melalui Surat Keputusan Gubernur Jenderal No. 60 tertanggal 17 Mei 1913 yang pada saat itu Bupatinya adalah RAA Wiratanudatar.

Sejarah singkat ini perlu kita ulas kembali, oleh sebab untuk mengingatkan bahwa Hari Jadi Garut (HJG) ke 208, sejatinya adalah hari pembentukan kembali Kabupaten Limbangan, oleh Rafles 16 Februari 1813 yang pada tahun 1811 dibubarkan Deandels atas pertimbangan merosotnya perekonomian dan
seringkali terjadi bencana alam.

Sejak saat itu, pembentukan kabupaten tidak hanya bersifat administratif, tetapi juga membentuk nilai dan identitas diri masyarakat, maupun individunya, menjadi “Aku Orang Garut”, “Aku Warga Garut”. Sebagai kebanggaan identitas diri, tidak hanya kebanggaan domisili.

Namun, beberapa tahun kebelakang mulai ada tanda-tanda pemisahan, mulai dari istilah bersifat teritorial (Garut Selatan-Garut Utara), hingga konsepsi perencanaan pemisahan secara administratif menjadi 2 hingga 3 kabupaten/kota. (Kota Garut, Kabupaten Garut Selatan dan Kabupaten Garut Utara).

Sedih dan nyaris tak sanggup menuliskan meme “Saya Bangga Menjadi Warga Garut”. Sebab ada konsekuensi moral dan politis didalamnya, yakni oleh sebab “Saya Bangga Menjadi Warga Garut”, maka kita tetap berada pada satu kabupaten tanpa harus dipecah dan terpisah.

Terlepas dari semua itu, kita patut menyampaikan apresiasi yang sebesar-besarnya pada pimpinan daerah yang dipimpin Rudy Gunawan-Helmi Budiman di eksekutif dan Euis Ida di legislatif. Sebab stabilitas politik yang makin membaik, dinamika politiknya makin koordinatif dan sinergis.

Hal ini akan menjadi peluang besar bagi kita menghadapi bencana kesehatan pandemi covid-19 dan bencana alam longsor dan banjir di berbagai tempat di Kabupaten Garut. Tema Pemulihan Ekonomi dan Perlindungan sosial akan menjadi pintu masuk bagi pemulihan bencana ini. Sehingga kita dapat menghindari sejarah yang berulang. Akibat perekonomian yang merosot dan bencana alam dulu Kabupaten Limbangan dibubarkan (Peristiwa Deandels, 1811). Dan semoga tidak bubar dan tercatat di era pemerintahan Rudy Gunawan dan Helmi Budiman. Semoga.
“SAYA BANGGA MENJADI WARGA GARUT”

16 Februari 2021

#SalamSehat

Hasanuddin
Warga Garut