Kandaga.id – Sekolah penggerak se Jawa Barat tengah melaksanakan dukungan Program Sekolah Penggerak (PSP) Tahun 2021, di jenjang Sekolah Dasar (SD) misalnya, jika di tahun pertama masih ada guru kelas 1, 4 atau guru kelas 2, 5, atau guru kelas 3, 6 belum di Diklat, maka sekolah penggerak tersebut wajib melaksanakan In House Training (IHT), jika sudah semua maka melaksanakan Workshop.

Salah satunya SDIT Assalam yang telah tuntas semua gurunya di Diklat, sekolah penggerak di lingkungan Korwil Pendidikan Garut Kota ini, melakukan workshop mulai tanggal 5 hingga 9 Juli 2021, dan mendapat pendampingan dari Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan (P4TK), pengawas bina serta mendapat arahan dari Korwil.

“Workshop ini sama dengan IHT, sekolah penggerak harus menghasilkan produk Kurikulum Operasional Sekolah (KOS) untuk satu tahun ajaran,“ ucap Kepala SDIT Assalam, Ema Halimah, S.Pd. M.Pd., yang membedakannya workshop mandiri, sedangkan IHT dibiayai pemerintah baik dilaksanakan secara daring maupun luring, Rabu (7/7/2021).

Dalam KOS tersebut, terlebih dahulu harus dibentuk Tim Pengembang Kurikulum Sekolah  (TPKS), visi misi diperbaharui. Jadi rangkaiannya seperti kurikulum 2013 yang membedakannya di sekolah penggerak ini ada Profil Pelajar Pancasila, Tujuan Pendidikan (TP), dan Alur Tujuan Pendidikan (ATP), dan Capaian Pembelajaran (CP) yaitu ketika standar kompetensi dan kompetesi inti di masukan.

Jadi sekolah sebagai satuan pendidikan harus membuat atau mengembangkan karakteristik sekolah masing-masing, dengan melihat kearifan lokal dan budaya yang ada di sekolah tersebut.

Maka dari itu, sekolah yang satu dengan sekolah yang lain akan berbeda kebutuhannya. Dengan cara memotret diri seperti yang dulu-dulu, yaitu dengan mengembangkan kurikulum tersebut dilihat dari visi misi, kemudian menganalisis lebihan dan kekurangan dengan analisis swot.

Dalam pengembangan kurikulum itu, setiap tahunnya diwajibkan mengadakan workshop untuk mengevaluasi atau merevisi. Apakah ada perubahan atau tidak dari kurikulum sebelumnya? Karena dalam kurikulum tersebut ada jangka panjang, menengah dan pendek, dan itu semua harus di evaluasi setiap tahunnya.

“Jadi setiap tahunnya ada perubahan karena kurikulum ini sifatnya dinamis tidak statis. Nah, untuk menjawab kedinamisan itu adanya perubahan-perubahan dari kurikulum sebelumnya,” ujar Ema.

Semua jenjang yang melaksanakan IHT maupun workshop sama, ada tim pendampingan dari tim P4TK. Apa kendalanya selama IHT atau workshop? Solusi yang dicari itu bagaimana?, itu semua sharing dengan fasilitator dan komite pembelajar dengan guru peserta dan diarahkan oleh pendamping ahli dari P4TK.

Adapun yang berada di komite pembelajaran dan jadi sasaran Diklat selama 10 hari itu diantaranya, pengawas bina, kepala sekolah, guru kelas 1, guru kelas 4, guru PAI, dan guru PJOK. Bahkan, pengawas bina sehari menjelang purnabakti pun wajib turut serta dalam kegiatan IHT maupun workshop ini.

“Dalam kegiatan ini sifatnya sharing, karena selama 10 hari kami masih mencari untuk formula dan pemahaman yang lebih baik dengan menambah wawasan, literasi, diskusi,” ucapnya, mungkin karena ini kali pertama rintisan, jadi pilot projects, pengawas bina sehari sebelum pensiun harus memiliki dan memahami ilmu baru untuk di transfer ke pengawas baru.

Dia mengakui, dalam workshop ini mendapat pendampingan dari P4TK Bapak Rahmat Hidayat, M.Pd., dan kebetulan pengawas bina, Ibu Ida Rosida M.Pd., menjadi pemateri di workshop penguatan SDIT Assalam dengan menjadi narasumber untuk fasilitator CP dan ATP, dan ibu Korwil membuka acara ini, memberikan motivasi dan dorongan supaya sekolah ini bisa menjadi lebih baik ada perubahan dari yang lalu.

“Terima kasih kepada pengawas bina, Ibu Ida yang sebentar lagi memasuki masa purnabakti hadir dalam workshop ini,” ucapnya.

Dalam workshop ini ada Sinkronus dan Asinkronus. Sinkronus yaitu pembelajaran dilakukan secara online, karena KBM di SDIT Assalam selama ini dilakukan secara daring dari jam 8.00 hingga 11.00 WIB, dan untuk tugas-tugas dilaksanakan di Asinkronus dengan materinya disesuaikan dengan materi hasil Diklat.

“Seperti Profil Pelajar Pancasila, ATP, kerangka kurikulum, CP, kebijakan-kebijakan pemerintah yang diadopsi kepada kebijakan pemerintah daerah, yaitu provinsi ke kabupaten lalu kesatuan pendidikan untuk mengembangkan kurikulum tersebut,” ujarnya.

KBM Dimasa Pandemi Covid-19

Untuk lebih menyatukan visi misi dalam perubahan kurikulum, setelah pandemi ini berlalu dimungkinan akan diadakan KBM secara luring dengan prokes yang sangat ketat. Namun, karena masih dalam pandemi untuk berkumpul harus dalam keterbatasan, baik masyarakat termasuk pada satuan pendidikan, misalnya Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) menggunakan jejaring medsos seperti WhatsApp, gmate, ataupun di diskusi zoom untuk mengoptimalkannya.

Meskipun tidak bisa KBM secara tatap muka, tapi tetap sekolah harus patuh dan taat, karena yang di cari adalah kesehatan dan keselamatan peserta didik, serta guru-guru dan semua masyarakat yang terlibat. “Kami akan taat dan patuh kepada atasan dan kebijakan-kebijakan pemerintah, dan kami masih tahap daring,” akunya.

Pihaknya merasa beruntung dimasa pandemi Covid-19 ini pemerintah meluncurkan sekolah penggerak dalam mewujudkan peningkatan mutu dari tujuan pendidikan itu sendiri yaitu Undang-undang No. 20 tahun 2003  tentang Sisdiknas, mencerdaskan kehidupan bangsa ditambah dengan program yang lain.

Sekolah penggerak ini, mengadopsi dari merdeka belajar yang digulirkan kementerian yaitu memerdekakan peserta didik untuk mengembangkan meningkatkan potensi yang ada di dirinya dan diadopsi dari filosofi Ki Hajar Dewantara yaitu menghamba kepada anak.

“Jadi anak disini menjadi subjek bukan objek dari pembelajaran. Karena ruhnya adalah mengembangkan kemampuan peserta didik yang berbeda untuk capaian kemampuannya,” ungkapnya.

Menurutnya, tidak semua peserta didik itu disamaratakan, karena guru sebagai fasilitator harus mengenal peserta didik dengan baik karekteristiknya melalui identifikasi, pengamatan dan assesmen yang nanti akan dilaporkan kepada orang tua. 

“Jadi disini mungkin mindsetnya di masa pandemi ini dituntut untuk meyakinkan kepada orang tua dengan cara PJJ, daring dan luring. Karena luring di Garut ini masih zona merah, kami akan mengoptimalkan daring yaitu dengan digitalisasi perangkat yang ada,” ujarnya.

Kronologis Lolos PSP

Kemajuan sekolah itu tergantung ada niat kepala sekolah, misal dengan cara ada peluang untuk sekolah penggerak untuk mengikutinya dengan catatan serius mengikutinya.

“Jangan asal-asalan daftar supaya terabsen saja, tetapi apakah saya ini bisa, melaksanakan hal seperti ini?,” ucapnya.

Dia menceritakan tahapan-tahapan lolos PSP, dari tahap pertama ada 32.000 sekolah pendaftar se Indonesia yang diawali dengan seleksi mengirimkan CV dan mengisi essay, Setelah itu ada tes kolastis yang soalnya juga luar biasa.

“Alhamdulillah kami bisa melaluinya dan masuk ke 5.000 sekolah se Indonesia,” ucapnya.

Tahap selanjutnya wawancara dan mikro teaching, kepala sekolah juga dituntut untuk membuat RPP dan melakukan proses KBM dengan penilaian tim asesor, yang tidak tahu siapa yang menilai dan dimana. Untuk melihat kemampuan kita melakukan mengajar secara langsung melalui virtual.

“Alhamdulillah lolos dan masuk ke 2.500 sekolah se Indonesia. Terus ada wawancara, diantaranya mengikuti sekolah penggerak ke depan mau apa?,” bangga Ema, kesempatan untuk peningkatan mengembangkan mutu sekolah ini terbuka dengan adanya sekolah penggerak.

Menurutnya, sekolah penggerak ini tidak dikotomi, mau kondisi bagaimana pun semua diakomodir, mau pinggir jalan atau tidak, bagus atau tidak, banyak atau tidak jumlah peserta didik. Asalkan ada niat untuk kemajuan sekolah, kita bisa turut serta.

“Justeru karena sekolah kami ini mungkin grade siswanya, sarana prasarananya mendukung tapi belum optimal, letak geografis juga tidak memungkinkan karena jauh dari jalan raya, kemudian kapasitas jumlah peserta didik juga kurang dari 200. Tapi hal itu tidak jadi persoalan, keterbatasan menjadikan kami kesemangatan. Untuk apa sih yang dapat bisa bersaing dengan mereka di luar sana? Itu menjadi penyemangat untuk perubahan untuk meningkatkan mutu pendidikan,” ungkapnya.

“Bergerak Jangan Menunggu” demikian motto Kepala SDIT Assalam, Ema Halimah, S.Pd. M.Pd., ada niat, ada kesempatan, untuk merubah dalam meningkatkan mutu pendidikan di sekolah. ***Jajang Sukmana